Friday, May 18, 2012

Undang-Undang Keperawatan: Untuk Kepentingan Siapa?


Oleh: Yulia Yasman (Mahasiswa Pascasarjana FIK UI)


Perawat memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan, karena profesi perawat berinteraksi selama 24 jam dengan pasien. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi telah memperjuangkan UU keperawatan sejak tahun 1994. Perjuangan panjang ini belum berakhir, karena DPR belum mengesahkannya menjadi Undang-Undang. Banyak pro dan kontra yang disampaikan terkait penting atau tidaknya RUU keperawatan segera disahkan. Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis masalah tersebut melalui perspektif analisis kebijakan publik.
Dunn (2003) menyebutkan bahwa tujuan analisis kebijakan adalah untuk memperbaiki kebijakan dengan cara menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Tahap dalam pembuatan kebijakan terdiri atas penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi dan penilaian kebijakan.
Kebijakan tentang UU keperawatan masih dalam tahap formulasi. Belum disahkannya RUU keperawatan oleh DPR menjadi UU menjadi satu fenomena yang menarik untuk dianalisis. Penulis menilai bahwa pihak-pihak terkait belum mempunyai pemahaman yang sama tentang pentingnya UU keperawatan di Indonesia.
UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 63 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa; pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pada pasal 27 ayat (1) juga menyebutkan bahwa; tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Sementara itu, PP No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan menempatkan tenaga keperawatan dalam kategori tersendiri, maka mempunyai UU keperawatan sendiri berarti menjalankan amanah UU.
Perawat bukan tenaga medis, sementara peraturan yang ada bernuansa medis sehingga peraturan untuk keperawatan tidak dapat dititipkan. Misalnya, dalam UU Praktik Kedokteran tidak ada aturan untuk tugas pelimpahan, padahal kenyataannya banyak tugas dokter yang dilimpahkan kepada perawat seperti melakukan tindakan invasif pemasangan infus.
Selain itu, kecenderungan tuntutan klien semakin meningkat terhadap pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Dalam beberapa kasus, tidak sedikit akhirnya perawat yang harus berurusan dengan hukum. Sejak tahun 2005 tercatat 33 kasus penangkapan perawat di 7 provinsi. Misalnya kontroversi kewajiban perawat menolong tindakan gawat darurat yang dapat dipidana karena tidak boleh menyimpan obat, seperti yang terjadi pada kasus Misran. Beberapa penyebab kejadian tersebut adalah belum adanya undang-undang keperawatan.
Hasil analisis menunjukkan kebijakan yang ada dirasa belum cukup untuk menjadi payung hukum bagi perawat dalam memberikan pelayanan. Kebijakan yang mengatur keperawatan baru setingkat Peraturan Menteri dengan dikeluarkannya Permenkes No.148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik keperawatan dan Permenkes No.1796 tahun 2011 tentang registrasi tenaga kesehatan. Konten dari peraturan tersebut masih bersifat parsial dalam mengatur perawat.
Tingginya tuntutan pengesahan UU keperawatan oleh anggota profesi perawat tak lain untuk melindungi kepentingan pasien dan masyarakat. UU ini menjamin kompetensi perawat yang baik sehingga kepentingan pasien untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang bermutu akan terjamin. Pasien akan terhindar dari praktek keperawatan yang dilakukan oleh perawat yang tidak kompeten.
UU keperawatan juga akan mencegah dampak negatif dari perdagangan bebas bidang jasa. UU keperawatan akan melindungi masyarakat dan profesi keperawatan terutama yang menyangkut penapisan kompetensi. Mulai 1 Januari 2010 berlaku Mutual Recognition Arrange (MRA) dimana perawat-perawat asing sudah bebas masuk ke Indonesia. Sementara Indonesia sebagai tuan rumah belum memiliki pengaturan hukum yang melindungi masyarakat dan perawat Indonesia. Dibandingkan 10 negara di Asia Tenggara hanya Indonesia dan Laos saja yang belum memiliki UU keperawatan.
Saat ini, perawat masih dipandang sebagai vokasional bukan profesional. Perawat dinilai belum mampu menjadi mitra dokter, perawat hanya dipandang sebagai pelaksana instruksi dokter. Disamping itu, ketika perawat berada di tempat dan situasi dimana tidak terdapat tenaga dokter seperti daerah terpencil yang mengharuskan perawat melakukan tindakan penyelamatan hidup (life saving) dan pengobatan tidak ada UU yang melindungi perawat.Tentu kita tidak menginginkan kasus Misran terjadi pada rekan perawat yang lain. Perawat perlu perlindungan hukum untuk melakukan tindakan medis bagi keadaan yang mengancam nyawa. Muara dari urgensi UU keperawatan ini adalah untuk melindungi pasien dan masyarakat itu sendiri.
Perjuangan dalam mengesahkan UU keperawatan ini tidak akan tercapai tanpa usaha dan dukungan dari seluruh anggota profesi dan masyarakat. Pemerintah perlu membuka mata bahwa UU keperawatan merupakan perjuangan melindungi kepentingan masyarakat dan profesi. PR kita sebagai perawat adalah bersama-sama membangun organisasi profesi agar lebih kuat, mulai sekarang perawat dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar makna kolaborasi dan mitra benar-benar bisa dibuktikan. Mulailah dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulai sekarang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada empat hal yang menjadi urgensi atau pentingnya UU keperawatan yaitu perawat sebagai profesi mandiri perlu memiliki kewenangan untuk mengatur kehidupan profesi sendiri, kesyahan peraturan profesi yang terkait dengan kehidupan masyarakat, mencegah dampak negatif dari perdagangan bebas di bidang jasa, dan mengejar ketertinggalan dari luar negeri. Rekomendasi penting yang harus dilakukan adalah advokasi kepada pengambil keputusan dan sosialisasi kepada masyarakat untuk mendukung pengesahan UU keperawatan ini.
Kepustakaan:
Dunn. (2003). Pengantar analisis kebijakan publik. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Suharto, Edi. (2008). Analisis kebijakan publik. Bandung: Alfabeta.
Azwar, Azrul. (2012). Undang-undang keperawatan. Handout kuliah pasca sarjana FIK-UI. Tidak dipublikasikan.

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls