Oleh : Elly Nurachmah, Prof Dra DNSc (FIK UI)
Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah teridentifikasi dalam proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan kesehatan. Proses ini pula telah memberikan peluang kepada profesi keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan sistem ini. Berikut ini dijelaskan tiga aspek yang merupakan landasan kontemporer kepemimpinan keperawatan yaitu sistem pelayanan kesehatan, struktur pemberian pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain.
Sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan meliputi antara lain sistem pemberian asuhan keperawatan yang diberikan secara terus menerus sejak pertama kali pasien mengalami masalah kesehatan sampai kepada ketika status kesehatan pasien dinyatakan pulih kembali. Proses untuk memberikan pelayanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas terhadap pelayanan, kualitas pemberian pelayanan, dan sistem pembayaran yang ditetapkan. Faktor pertama dan kedua merupakan bagian dari tanggung jawab keperawatan, sedangkan faktor ketiga sampai saat ini tidak melibatkan keperawatan. Ini karena sejak dahulu kala keperawatan merasa tidak memiliki kesempatan untuk terlibat didalamnya.
Pada saat ini sistem pelayanan kesehatan dioperasikan dalam lingkungan yang berorientasi pada bisnis dan ditandai dengan kompetisi berfokus pada pasar, biaya, serta pendapatan organisasi (revenue) (Rocchioccioli & Tilbury, 1998). Namun demikian, para pemberi pelayanan dilingkungan pelayanan kesehatan ditantang untuk mampu memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi tetapi berbiaya rendah. Meskipun kualitas merupakan konsep ilusif yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun para pelaku bisnis pelayanan termasuk tenaga keperawatan dituntut untuk mampu mengendalikan biaya.
Oleh karena itu, pada situasi industri kesehatan seperti ini diperlukan tenaga keperawatan yang memiliki kemampuan leadership yang menonjol untuk turut terlibat aktif dalam menganalisa dan mengendalikan biaya pelayanan. Mereka harus berperilaku kepemimpinan yang dapat mempengaruhi orang lain (teman sejawat didalam maupun diluar profesi) untuk turut bekerja secara lebih baik dalam rangka menekan biaya namun tetap berfokus pada kualitas pelayanan. Suatu tujuan akhir pelaksanaan praktik keperawatan adalah memberikan pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif dengan tetap mengutamakan kualitas. Sistem pemberian asuhan difasilitasi oleh tujuan ini.
Sebaliknya, beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik keperawatan dan sistem pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi oleh derajat profesionalisme dan tugas-tugas perkembangan, sedangkan sistem pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan saat ini dan status pengetahuan dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan selayaknya memahami perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan dan mengidentifikasi berbagai upaya untuk mengembangkan praktik keperawatan dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh negatif dan meningkatkan faktor yang berpengaruh positif terhadap praktik keperawatan.
Struktur dalam pemberian pelayanan keperawatan
Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan peluang pada tenaga keperawatan untuk memperoleh status professional dengan cara proaktif berrespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat. Sebagai kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar, profesi ini telah diposisikan untuk mempengaruhi bukan hanya perkembangan sistem tetapi juga bagaimana praktik harus dibentuk dengan mengubah tatanan lapangan pelayanan kesehatan. Proses yang timbal balik ini tentu saja akan mempengaruhi setiap aspek praktik professional dan sangat tergantung dari proses kepemimpinan keperawatan yang terjadi.
Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan bertujuan untuk membantu mengorganisasikan berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan insititusi dimana struktur organisasinya diterapkan. Fungsi organisasi pelayanan kesehatan ini adalah selain untuk mengakomodasi berbagai kegiatan, namun juga untuk mengorganisasikan para pelaku organisasi didalamnya termasuk tenaga keperawatan agar bekerja secara sinergis mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Keberadaan organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan akan berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja terutama tenaga keperawatan yang sebaliknya juga dipengaruhi oleh ada-tidaknya suatu penghargaan terhadap eksistensi para tenaga ini dari penanggung jawab sistem atau pimpinan institusi yang dituangkan kedalam struktur organisasi. Organisasi itu sendiri mengatur atau menyusun mereka dalam rangka mengkordinasikan kegiatan dan mengendalikan kinerja karyawan atau stafnya (Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Pada saat ini, beberapa jenis struktur telah disusun dan ditetapkan untuk merefleksikan sistem pelayanan yang diberikan disuatu tatanan. Departementasi merupakan cara utama untuk membentuk hubungan kerja yang spesifik dan tanggung jawab dari masing2 departemen. Pembagian fungsi (sistem fungsional) dikembangkan sebagai jenis lain struktur organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan.
Keperawatan, saat ini belum berpeluang untuk memperoleh wadah tersendiri tetapi merupakan fungsi yang terintegrasi dengan fungsi pelayanan yang terdapat dalam departemen. Representasi fungsi keperawatan tertuang dalam suatu komite keperawatan yang pada dasarnya tidak memiliki tanggung jawab manajerial terhadap kegiatan dan kinerja keperawatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat memimpin pada saat ini dan ke masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus mengutamakan dua hal yaitu bakat dan lingkungan. Suatu organisasi harus mempekerjakan orang-orang yang terbaik, cemerlang, dan mampu melakukan diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan hanya memperhitungkan latar belakang kedisiplinan ilmu. Melalui struktur organisasi mereka akan bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan lebih cepat (mobilitas tinggi). Sebaliknya, organisasi harus mampu menciptakan (Chowdhury, 2003):
* lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan positif.
* lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi dan berkolaborasi satu sama lain.
* lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara berbeda dan menghargai pemikiran orang lain.
* cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki “rasa” yang kuat akan pentingnya suatu masalah.
* budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.
Dengan demikian, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan harus mampu mewadahi bakat stafnya termasuk tenaga keperawatan dan menciptakan lingkungan bekerja yang sesuai dengan kelima kondisi diatas dan berlaku secara merata untuk semua pihak yang tergabung dalam tim kesehatan. Demikian pula berbagai peluang seyogyanya diberikan secara sama kepada tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan, sehingga tenaga ini dapat mengembangkan leadership skill nya dengan baik.
Kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain
Kepemimpinan efektif merupakan gaya memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui pengaturan kinerja orang lain. Pemimpin ini harus mampu memastikan bahwa bawahan melaksanakan pekerjaannya berdasarkan ketrampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk menghasilkan keluaran yang terbaik (Leffton & Buzzotta, 2004). Oleh karena itu, kepemimpinan efektif timbul sebagai hasil sinergis berbagai ketrampilan mulai dari administratif (perencanaan pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti pengelolaan, pemasaran, dan teknis procedural.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai ketrampilan diatas tetapi juga apabila seorang pemimpin perawat mampu memperlihatkan ketrampilan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Ketrampilan tersebut Leffton & Buzzotta (2004) adalah ketrampilan dalam:
* menilai orang lain
* berkomunikasi
* memotivasi, dan
* menyesuaikan diri.
Didalam pelayanan kesehatan / keperawatan, ketrampilan menilai orang lain merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat dibawah tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya dan kegiatan lain yang terkait dengan pelayanan.
Demikian juga ketrampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin perawat diberbagai bidang atau sistem lain. Ia harus mencermati apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai bawahannya dengan mempertahankan obyektifitas dan memahami mengapa bawahan melakukannya. Melalui pemahaman ini pemimpin akan mampu berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan tersebut.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan pencapaian keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal.
Disamping itu, ia juga sebagai pemimpin menjadi mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif. Ketrampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidak nyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan berikutnya yang harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini sangat penting karena memiliki potensi untuk mengarahkan bawahan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya karena ia merasa ada sesuatu yang menarik hati untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Namun, cara memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang untuk bekerja utamanya berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal, termasuk didalamnya menetapkan insentif (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003).
Ketrampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi pemimpin keperawatan dalam upaya mengoptimalisasi keluaran (DuBrin, 2000). Pemimpin yang efektif mengetahui secara tepat bagaimana dan dengan cara apa ia berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini karena ia sangat memahami keunikan masing-masing bawahan.
Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan pendekatan yang sama untuk semua bawahan melainkan membedakan teknik komunikasi dan cara memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya. Sebaliknya, ketika berinteraksi pemimpin perawat juga tidak menjadi merasa kalah atau lebih rendah ketika diperlukan upaya menyesuaikan diri dengan kondisi bawahan ketika interaksi terjadi.
Perilaku kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang penting dalam memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi atau institusi untuk mencapai tujuan. Selain itu, kepemimpinan juga adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan menghasilkan dukungan dari bawahan sehingga tujuan yang ditetapkan bersama dalam organisasi dapat tercapai. Seorang pemimpin dianggap berhasil menjalankan fungsi kepemimpinannya apabila berdasarkan upayanya untuk memperlihatkan kriteria perilaku berikut dapat menghasilkan keluaran secara efektif. Kriteria itu adalah seperti yang dijelaskan DuBrin (2000) berikut ini.
1. Berpikir seperti pemimpin
Perilaku kepemimpinan yang baik dapat ditumbuhkan sejak dini. Namun, ia harus memiliki dasar talenta untuk cepat tanggap (responsive) terhadap lingkungan. Melalui respon yang selalu ditimbulkan sebenarnya ia melatih kemampuan berpikir kritis. Pemikiran kritis ini harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Hal ini karena pemimpin sering menggunakan imaginasi dan teknik penyelesaian masalah kreatif yang berasal dari kemampuan berpikir kritis tadi. Pemimpin juga harus menciptakan visi bagi organisasi atau lingkungan dimana ia memimpin. Ia menspesifikasikan tujuan yang luas dan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Ia juga memberikan inspirasi yang banyak bagi bawahannya sehingga mereka menjadi mampu melakukan kegiatan produktif.
Kemampuan berpikir kritis seorang pemimpin melandasi pelaksanaan fungsi kepemimpinan yang juga meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali ide-ide kreatif, memberikan ide cemerlang tersebut pada suatu pertemuan serta menciptakan terobosan yang dapat meningkatkan produktifitas tanpa meningkatkan beban kerja bawahan merupakan hasil upaya berpikir seorang pemimpin. Hal ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih optimal apabila pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang handal dan kerjasama yang didasasi motivasi yang terpelihara dengan baik. Untuk mencapai situasi ini pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi banyak orang melalui beberapa cara seperti misalnya memberi petunjuk, instruksi, dan delegasi (DuBrin, 2000).
Didalam keperawatan, fungsi kepemimpinan yang dilaksanakan pemimpin perawat yang memperlihatkan daya berpikir layaknya pemimpin dapat diterapkan secara bertahap. Pemimpin keperawatan harus mulai berpikir positif tentang dirinya dan orang lain, tentang situasi yang dihadapi atau yang akan terjadi. Ia juga harus banyak bergaul dengan pemimpin besar dibidangnya, dan selalu mempelajari visi yang telah ditetapkan dan membandingkan juga dengan berbagai pandangan pemimpin perawat diluar negeri yang memiliki sikap futuristic. Yang paling penting, ia juga harus berpikir secara sistem, untuk memahami bagaimana menerapkan pembaharuan dalam suatu bidang akan mempengaruhi biadng lainnya baik pada saat sekarang maupun mendatang.
2. Berkomunikasi seperti pemimpin
Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas pemimpin adalah kemampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin akan memilih kalimat, mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh yang dapat memberikan pengaruh pada orang lain. Selain itu, materi komunikasi yang disampaikan dapat memberi inspirasi pada bawahan atau orang lain. Bahasa yang digunakan oleh seorang pemimpin yang memahami bahwa teknik komunikasi dapat memperlancar pencapaian tujuan merupakan kekuatan internal diri yang memberikan pengaruh mendalam agar bawahan terlarut dalam pemikiran yang diharapkan pemimpin.
Cara berkomunikasi layaknya seorang pemimpin juga dapat dilakukan melalui penggunaan analogi atau metafora yang sesuai yang akan lebih menarik imaginasi pemimpin dalam mengutarakan ide atau pandangan kreatifnya. Analogi diperlukan ketika seorang pemimpin sedang berusaha menjelaskan ide atau pandangannya dengan cara lebih jelas sehingga orang yang diajak berkomunikasi dapat memahami. Sebaliknya, metafora, yang tampak lebih tersamar dibandingkan dengan analogi juga dapat membandingkan dua hal yang tidak terlalu mirip sebagai contoh situasi dari apa yang sedang dihadapi (DuBrin, 2000).
Dalam bidang keperawatan, kepemimpinan dapat dijalankan oleh pemimpin keperawatan melalui cara berkomunikasi yang efektif. Sikap bicara, sikap berdiri, pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan senyum akan banyak membantu pemimpin perawat untuk berkomunikasi layaknya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan cerita tambahan dapat digunakan sebagai variasi materi yang ingin disampaikan. Yang terpenting adalah materi yang disampaikan harus dapat diterima dan kejujuran dalam menyampaikan harus dapat ditangkap oleh pihak yang diajak berkomunikasi. Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran negatif, demikian juga gossip yang tidak diketahui sumbernya; keduanya berpotensi untuk menurunkan kepercayaan bawahan terhadap pemimpinnya.
3. Bertindak layaknya pemimpin
Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang baik sebagai pemimpin didepan bawahan atau orang lain. Memberi contoh peran atau role modeling pada orang lain akan merefleksikan siapa pemimpin itu sebenarnya. Contoh peran ini harus orisinal dan tidak dibuat-buat. Oleh karena contoh peran itu merupakan keteladanan yang ingin diberikan kepada orang lain supaya dicontoh. Keteladanan ini adalah landasan kuat untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan harapan. Melalui keteladanan seorang pemimpin akan mampu menyampaikan budaya organisasi / institusi kepada orang lain.
Pemimpin yang menghargai budaya organisasi / institusi akan dapat menghormati kebijakan yang berlaku dan hal ini akan diikuti oleh pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga seyogyanya mampu memperlihatkan kebiasaan bekerja yang baik, professional, dan mengandung makna keamanan, kenyamanan, dan keselamatan kerja yang selalu dipertahankan. Untuk menjadi pemimpin yang baik ia harus menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk mencapai tujuan. Sumber inspirasi ini ditunjukkan baik berasal dari sikap kepemimpinan, cara berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan bertindak yang tepat sebagai pemimpin dari seseorang pemimpin.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditunjukkan melalui sikap, tindakan, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan dapat diteladani oleh orang lain. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang pemimpin perawat memiliki fungsi unik untuk mempengaruhi bawahannya karena pada umumnya mayoritas bawahan adalah perempuan yang dipersepsikan kurang menggunakan rasional dan lebih mengemukakan emosinya dalam menghadapi suatu situasi. Oleh karena itu, pemimpin perawat juga harus membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan bermitra dengan tenaga yang berjenis kelamin sama. Namun demikian, kelebihan juga dimiliki oleu bawahan perempuan yaitu tekun, setia dan komitmen tinggi. Faktor inilah yang harus diberdayakan pemimpin agar bawahannya dapat dipengaruhi sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Hal ini dapat dicapai dengan selalu menyediakan diri untuk membantu bawahan/orang lain, mendengarkan berbagai keluhan dan harapan bawahan.
4. Membantu orang lain memimpin dirinya
Banyak pemimpin yang lebih mengetengahkan egonya dibandingkan dengan keinginan memajukan atau memberdayakan orang lain. Hal ini tentu saja dapat menurunkan efektifitas fungsi kepemimpinannya. Untuk itu, pemimpin harus memahami hakekat pemberdayaan atau penguatan orang lain terutama bawahan yang memiliki potensi kuat untuk diberdayakan. Oleh karena itu, sebagai pemimpin ia harus mengetahui siapa yang layak untuk diberdayakan dan siapa yang tidak layak/tidak mungkin untuk diberdayakan.
Pemimpin yang efektif seyogyanya mampu memberdayakan bawahannya. Pemberdayaan adalah suatu pendelegasian otoritas dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab pemimpin kepada bawahan yang dianggap cocok untuk mengembannya. Ini berarti, pemimpin membebaskan orang tersebut dari kewajiban berkonsultasi dan berdiskusi dengan pimpinan. Untuk menetapkan seseorang mampu untuk diberdayakan, ada beberapa faktor yang perlu dipahami pemimpin sebelum memberdayakan seseorang yaitu: makna pemberdayaan terhadap kewenangan pimpinan pada aspek yang didelegasikan; kompetensi yang didelegasikan; self-determination dari orang yang didelegasikan; dampak yang akan diperoleh melalui pendelegasian tersebut.
Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi kepemimpinannya kepada orang yang diyakini akan mampu mengemban pendelegasian ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian berarti pemberian sebagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam memutuskan. Oleh karena itu, pemimpin perawat harus mampu memilih dan menetapkan seseorang dalam menerima pendelegasian tugas yang memiliki makna penting karena berkaitan dengan kepentingan orang lain misalnya pasien dan keluarga (di tatanan pelayanan keperawatan) atau mahasiswa dan dosen lain (ditatanan pendidikan keperawatan).
5. Membantu mengembangkan potensi
Fungsi kepemimpinan memiliki makna fungsi pembinaan pada orang lain. Pemimpin yang memahami bawahan akan dapat menetapkan fungsi pembinaan pada saat dan tempat yang tepat. Melalui pembinaan ini pemimpin berupaya menciptakan perkembangan yang dibutuhkan oleh bawahan setelah mengkajinya dengan teliti. Untuk dapat berfungsi menjadi pembina, sebagai pemimpin ia harus bersikap humanistik dan suportif serta mampu menjadi suri teladan untuk orang lain.
Membina orang lain mengembangkan potensinya meliputi berbagai kegiatan kepemimpinan seperti; menunjukkan perhatian terhadap tingkat kesejahteraan orang lain (bawahan), mendengarkan keluhan dan masalah kerja yang dialami oleh bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan pribadi dan menunjukkan empatinya, menyampaikan selamat pada yang berhasil, membantu bawahan menyelesaikan masalah, berperan sebagai pelatih yang menguasai teknik kerja, dan menyediakan diri untuk menjadi mentor atau penasehat ketika bawahan memerlukannya.
Disamping itu, peran pembinaan yang dilaksanakan oleh pimpinan terutama sangat tergantung dari ketrampilan dan teknik berkomunikasi yang bersifat suportif. Komunikasi suportif mengandung landasan orientasi pada masalah, diberikan secara verbal dan non-verbal yang sinkron, menekankan pada pembenaran sehingga orang yang sedang berkomunikasi merasa nyaman karena berarti telah memberi pengakuan akan kehadiran, keunikan dan arti penting dari orang lain yang diajak berkomunikasi. Komunikasi suportif juga bersifat spesifik, terkait logis dengan informasi sebelumnya, dan diakui secara nyata, serta mengandung sikap mau mendengar dan memberi informasi.
Sebagai pembina yang sadar bahwa pengembangan potensi orang lain terletak sebagian besar pada dirinya sebagai pemimpin, maka ia juga seyogyanya harus bersedia untuk memberi umpan balik dan dorongan positif. Salah satu tugas dasar seorang pemimpin adalah memberi umpan balik tentang kinerja dan perilaku yang diperlihatkan bawahan. Umpan balik baik yang positif maupun negatif harus diberikan dengan tepat, sesuai tempat, dan waktu sehingga dapat membantu bawahan untuk tumbuh dan berkembang serta menjadi kekuatan untuk memotivasinya dalam berkinerja dan berperilaku lebih baik. Umpan balik yang diberikan sebaiknya pada akhir peristiwa, bersifat spesifik, memberi kesempatan pada bawahan untuk menjelaskan, dan berfokus pada perilaku bukan personal bawahan.
Dalam keperawatan, tidak banyak pemimpin perawat yang mau memberikan umpan balik secara terbuka karena takut dipersepsikan salah oleh yang menerima umpan balik. Sebaliknya perawat dibawah kepemimpinannya juga belum siap menerima umpan balik terbuka terutama yang bersifat negatif. Hal ini karena mereka tidak terbiasa untuk menerima kinerja dan perilaku mereka dikritik, dikomentari atau ditanggapi. Pada umumnya, mereka dinilai tidak berdasarkan keterbukaan sehingga obyektifitas penilaian menjadi minimal. Dengan demikian agak sulit bagi pemimpin perawat untuk menjalankan tugas pembinaannya dalam rangka menumbuhkan-kembangkan potensi seseorang bawahan melalui pemberian umpan balik namun suportif.
Kepemimpinan etikal dalam keperawatan yang visioner dan transformasional
Kepemimpinan merupakan fungsi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan arah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan. Fungsi ini dilaksanakan meliputi berbagai aspek dan bidang kerja serta melibatkan kegiatan memotivasi, membina, dan mengembangkan potensi bawahan. Seluruh komponen yang menjadi cakupan kerja kepemimpinan seseorang dipersepsikan sebagai sub-subsistem yang harus dikoordinasikan menjadi sistem yang terintegrasi.
Namun demikian, kepemimpinan ini juga harus dilaksanakan secara etikal karena tidak jarang pemimpin perawat menghadapi masalah yang melibatkan keputusan etik sehingga memerlukan kerjasama dengan pihak lain untuk menemukan solusi etik. Pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan pasien dan keluarga sering menuntut pemimpin perawat untuk membuat keputusan etik yang mempertimbangkan norma dan nilai-nilai dari berbagai pihak khususnya pasien dan keluarga. Demikian pula keputusan etik yang harus diambil dalam masalah sistem pelayanan kesehatan dan perasuransian, keterbatasan sumber-sumber, dan perilaku tim kesehatan yang dipersepsikan melecehkan pihak lain.
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan banyak aspek dan unsur yang terkait didalamnya sehingga diperlukan pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinannya bukan hanya mempertimbangkan aspek etik saja tetapi juga pertimbangan visi kedepan dan bagaimana mentransformasikan perubahan dan pembaharuan kedalam kegiatan harian tanpa menimbulkan kecemasan, ketidak-pastian, dan ancaman bagi yang terlibat didalamnya serta mewujudkan perubahan itu secara terrencana, bertahap, namun berhasil guna. Pemimpin seperti ini tentu harus memiliki visi masa depan yang kuat dan melalui pengaruh serta kekuatannya sebagai pemimpin mampu membawa anggotanya mengarah pada pencapaian visi tersebut.
Kepemimpinan keperawatan sesudah abad 21
Pada era global saat ini dan era sesudahnya akan banyak terjadi perubahan dalam kehidupan manusia, sistem penyelenggaraan kehidupan manusia, keterbatasan sumber-sumber yang diperlukan dalam kehidupan manusia serta perkembangan ilmu dan teknologi yang tiada henti. Perubahan sikap dan perilaku sumber daya manusia dalam sistem ketenaga-kerjaan juga akan terjadi sebagai dampak dari berbagai perubahan yang terjadi dalam lingkungan kehidupan manusia. Berdasarkan situasi ini, maka dimasa depan diperlukan pemimpin yang handal tapi tangguh yang memiliki berbagai ketrampilan dari mulai memotivasi bawahan sampai kepada menciptakan banyak perubahan yang bermanfaat.
Dalam keperawatanpun diperlukan pemimpin perawat yang mampu menjalankan kepemimpinannya secara handal dan tangguh. Hal ini karena sejak dari sekarang juga telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam industri kesehatan termasuk tatanan pelayanan kesehatan yang menuntut setiap pemimpin perawat memahami landasan konsep dan kriteria yang diperlukan pemimpin dalam memimpin perawat yang memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang berbeda. Selain itu, kepemimpinan dalam keperawatan juga harus mampu mempengaruhi pembuatan kebijakan, penggunaan strategi politik, dan teknik berkomunikasi yang memberikan pengaruh perubahan kearah yang lebih baik bagi profesi keperawatan.
Oleh karena itu, dalam menjalankan kepemimpinannya para pemimpin perawat harus senantiasa memiliki sikap dan perilaku pemimpin yang selalu berpikir untuk kepentingan jangka panjang. Selain itu, memandang seluruh kepentingan profesi keperawatan diatas kepentingan unit atau institusi semata. Ia juga harus mampu memperluas area yurisdiksinya sehingga dapat memperlihatkan pengaruh positif terhadap orang lain. Sebagai pemimpin keperawatan yang memahami tujuan akhir dari kepemimpinannya seyogyanya selalu mengutamakan visi, nilai-nilai, dan memberikan motivasi untuk para bawahannya (Swansburg & Swansburg, 1999). Yang utama, untuk kepentingan di masa depan ia harus memperlihatkan ketrampilan politik dalam mempercepat pencapaian tujuan, dan selalu berpikir untuk pembaharuan kedalam profesinya.
Pemimpin keperawatan dimasa depan juga harus mampu menciptakan nilai-nilai unggulan yang menjadi karakteristik profesi, dan menyatakan visi yang mampu menjadi inspirasi bagi orang lain. Dalam kepemimpinannya, ia juga harus mampu berbicara dan bertindak strategis sehingga dapat menimbulkan manfaat positif bagi orang yang dipimpinnya. Selanjutnya, banyaknya peluang yang berpotensi terjadi dimasa depan mengharuskan pemimpin perawat menentukan arah perubahan yang berskala besar melalui pemikiran yang strategis. Pemimpin perawat juga harus menjadi sumber pengetahuan formal bagi orang lain, bertindak dan bersikap sebagai pemimpin visioner dan transformasional (DuBrin, 2000).
Penutup
Para perawat yang berada pada posisi kepemimpinan memiliki tanggung jawab yang luas dalam arena pelayanan kesehatan. Hal ini karena lingkungan pelayanan kesehatan saat ini memberikan banyak peluang untuk perawat memperoleh status professionalnya dengan secara proaktif berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat.
Keperawatan biasanya menjadi jelas posisinya justru karena ketidak hadirannya dalam daftar kepemimpinan nasional. Banyak masyarakat yang belum mempersepsikan pemimpin perawat memiliki kekuatan dan kekuasaan. Demikian pula sistem pelayanan kesehatan tidak berhasil untuk mengidentifikasi profesi perawat sebagai professional yang memiliki pengetahuan yang bermanfaat untuk membantu menciptakan solusi terhadap masalah kesehatan yang kompleks. Hal ini dapat dimengerti karena selama ini sesuai sejarahnya, banyak perawat yang telah menghindari peluang untuk mengemban kekuatan dan peranan politik di masa lalu.
Namun, meskipun lambat, saat ini profesi ini mulai memahami bahwa kekuatan dan kekuasaan serta peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan sekaligus meningkatkan otonomi keperawatan. Oleh karena itu, ketika terjadi banyak perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin perawat harus berpartisipasi secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan dan membuat untuk didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin perawat memiliki kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik sepanjang mereka memiliki berbagai potensi kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Transformasi yang kokoh dan beberapa faktor mendasar telah teridentifikasi dalam proses evolusi yang terjadi pada sistem pelayanan kesehatan. Proses ini pula telah memberikan peluang kepada profesi keperawatan untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan sistem ini. Berikut ini dijelaskan tiga aspek yang merupakan landasan kontemporer kepemimpinan keperawatan yaitu sistem pelayanan kesehatan, struktur pemberian pelayanan keperawatan, dan fungsi kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain.
Sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan meliputi antara lain sistem pemberian asuhan keperawatan yang diberikan secara terus menerus sejak pertama kali pasien mengalami masalah kesehatan sampai kepada ketika status kesehatan pasien dinyatakan pulih kembali. Proses untuk memberikan pelayanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu aksesibilitas terhadap pelayanan, kualitas pemberian pelayanan, dan sistem pembayaran yang ditetapkan. Faktor pertama dan kedua merupakan bagian dari tanggung jawab keperawatan, sedangkan faktor ketiga sampai saat ini tidak melibatkan keperawatan. Ini karena sejak dahulu kala keperawatan merasa tidak memiliki kesempatan untuk terlibat didalamnya.
Pada saat ini sistem pelayanan kesehatan dioperasikan dalam lingkungan yang berorientasi pada bisnis dan ditandai dengan kompetisi berfokus pada pasar, biaya, serta pendapatan organisasi (revenue) (Rocchioccioli & Tilbury, 1998). Namun demikian, para pemberi pelayanan dilingkungan pelayanan kesehatan ditantang untuk mampu memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi tetapi berbiaya rendah. Meskipun kualitas merupakan konsep ilusif yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun para pelaku bisnis pelayanan termasuk tenaga keperawatan dituntut untuk mampu mengendalikan biaya.
Oleh karena itu, pada situasi industri kesehatan seperti ini diperlukan tenaga keperawatan yang memiliki kemampuan leadership yang menonjol untuk turut terlibat aktif dalam menganalisa dan mengendalikan biaya pelayanan. Mereka harus berperilaku kepemimpinan yang dapat mempengaruhi orang lain (teman sejawat didalam maupun diluar profesi) untuk turut bekerja secara lebih baik dalam rangka menekan biaya namun tetap berfokus pada kualitas pelayanan. Suatu tujuan akhir pelaksanaan praktik keperawatan adalah memberikan pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif dengan tetap mengutamakan kualitas. Sistem pemberian asuhan difasilitasi oleh tujuan ini.
Sebaliknya, beberapa faktor telah mempengaruhi perkembangan praktik keperawatan dan sistem pemberian asuhan. Praktik keperawatan dipengaruhi oleh derajat profesionalisme dan tugas-tugas perkembangan, sedangkan sistem pemberian asuhan direfleksikan oleh perkembangan saat ini dan status pengetahuan dalam praktik keperawatan.
Berdasarkan situasi ini maka seorang pemimpin keperawatan selayaknya memahami perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan dan mengidentifikasi berbagai upaya untuk mengembangkan praktik keperawatan dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh negatif dan meningkatkan faktor yang berpengaruh positif terhadap praktik keperawatan.
Struktur dalam pemberian pelayanan keperawatan
Lingkungan pelayanan kesehatan pada saat ini telah memberikan peluang pada tenaga keperawatan untuk memperoleh status professional dengan cara proaktif berrespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat. Sebagai kelompok pemberi pelayanan kesehatan terbesar, profesi ini telah diposisikan untuk mempengaruhi bukan hanya perkembangan sistem tetapi juga bagaimana praktik harus dibentuk dengan mengubah tatanan lapangan pelayanan kesehatan. Proses yang timbal balik ini tentu saja akan mempengaruhi setiap aspek praktik professional dan sangat tergantung dari proses kepemimpinan keperawatan yang terjadi.
Organisasi kesehatan ditetapkan disetiap tatanan pelayanan dan bertujuan untuk membantu mengorganisasikan berbagai kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan insititusi dimana struktur organisasinya diterapkan. Fungsi organisasi pelayanan kesehatan ini adalah selain untuk mengakomodasi berbagai kegiatan, namun juga untuk mengorganisasikan para pelaku organisasi didalamnya termasuk tenaga keperawatan agar bekerja secara sinergis mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Keberadaan organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan akan berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja terutama tenaga keperawatan yang sebaliknya juga dipengaruhi oleh ada-tidaknya suatu penghargaan terhadap eksistensi para tenaga ini dari penanggung jawab sistem atau pimpinan institusi yang dituangkan kedalam struktur organisasi. Organisasi itu sendiri mengatur atau menyusun mereka dalam rangka mengkordinasikan kegiatan dan mengendalikan kinerja karyawan atau stafnya (Rocchiccioli & Tilbury, 1998).
Pada saat ini, beberapa jenis struktur telah disusun dan ditetapkan untuk merefleksikan sistem pelayanan yang diberikan disuatu tatanan. Departementasi merupakan cara utama untuk membentuk hubungan kerja yang spesifik dan tanggung jawab dari masing2 departemen. Pembagian fungsi (sistem fungsional) dikembangkan sebagai jenis lain struktur organisasi dalam tatanan pelayanan kesehatan.
Keperawatan, saat ini belum berpeluang untuk memperoleh wadah tersendiri tetapi merupakan fungsi yang terintegrasi dengan fungsi pelayanan yang terdapat dalam departemen. Representasi fungsi keperawatan tertuang dalam suatu komite keperawatan yang pada dasarnya tidak memiliki tanggung jawab manajerial terhadap kegiatan dan kinerja keperawatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan.
Suatu sistem pelayanan kesehatan memerlukan organisasi yang dapat memimpin pada saat ini dan ke masa depan. Oleh karena itu, organisasi harus mengutamakan dua hal yaitu bakat dan lingkungan. Suatu organisasi harus mempekerjakan orang-orang yang terbaik, cemerlang, dan mampu melakukan diversifikasi dalam rangka inovasi serta bukan hanya memperhitungkan latar belakang kedisiplinan ilmu. Melalui struktur organisasi mereka akan bekerjasama untuk menghasilkan keluaran yang berkualitas dan lebih cepat (mobilitas tinggi). Sebaliknya, organisasi harus mampu menciptakan (Chowdhury, 2003):
* lingkungan belajar yang konstan yang dapat menimbulkan tantangan positif.
* lingkungan yang tidak mencemaskan dimana orang dapat berkomunikasi dan berkolaborasi satu sama lain.
* lingkungan yang berbeda dimana setiap orang akan dapat berpikir secara berbeda dan menghargai pemikiran orang lain.
* cara lain dalam memandang masalah dan peluang serta memiliki “rasa” yang kuat akan pentingnya suatu masalah.
* budaya yang dapat mendongkrak bakat secara efektif.
Dengan demikian, suatu struktur organisasi dalam pelayanan kesehatan harus mampu mewadahi bakat stafnya termasuk tenaga keperawatan dan menciptakan lingkungan bekerja yang sesuai dengan kelima kondisi diatas dan berlaku secara merata untuk semua pihak yang tergabung dalam tim kesehatan. Demikian pula berbagai peluang seyogyanya diberikan secara sama kepada tim kesehatan termasuk tenaga keperawatan, sehingga tenaga ini dapat mengembangkan leadership skill nya dengan baik.
Kepemimpinan melalui ketrampilan orang lain
Kepemimpinan efektif merupakan gaya memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui pengaturan kinerja orang lain. Pemimpin ini harus mampu memastikan bahwa bawahan melaksanakan pekerjaannya berdasarkan ketrampilan yang dimiliki dan komitmen terhadap pekerjaan untuk menghasilkan keluaran yang terbaik (Leffton & Buzzotta, 2004). Oleh karena itu, kepemimpinan efektif timbul sebagai hasil sinergis berbagai ketrampilan mulai dari administratif (perencanaan pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan) sampai pada ketrampilan teknis seperti pengelolaan, pemasaran, dan teknis procedural.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai ketrampilan diatas tetapi juga apabila seorang pemimpin perawat mampu memperlihatkan ketrampilan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Ketrampilan tersebut Leffton & Buzzotta (2004) adalah ketrampilan dalam:
* menilai orang lain
* berkomunikasi
* memotivasi, dan
* menyesuaikan diri.
Didalam pelayanan kesehatan / keperawatan, ketrampilan menilai orang lain merupakan kemampuan untuk menetapkan tingkat ketrampilan perawat dibawah tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan kepada pasiennya dan kegiatan lain yang terkait dengan pelayanan.
Demikian juga ketrampilan menilai ini harus dilakukan oleh pemimpin perawat diberbagai bidang atau sistem lain. Ia harus mencermati apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai bawahannya dengan mempertahankan obyektifitas dan memahami mengapa bawahan melakukannya. Melalui pemahaman ini pemimpin akan mampu berinteraksi berdasarkan pengetahuannya tentang bawahan tersebut.
Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang amat menentukan keberhasilan pencapaian keluaran. Pemimpin yang telah memahami secara mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal.
Disamping itu, ia juga sebagai pemimpin menjadi mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif. Ketrampilan berkomunikasi juga diperlukan ketika pemimpin perawat melakukan lobi ke berbagai pihak terutama penentu kebijakan yang berhubungan dengan profesi keperawatan. Komunikasi yang dilakukan seyogyanya tidak menimbulkan ancaman atau ketidak nyamanan pihak yang sedang dilobi, sehingga kegiatan negosiasi dapat dilakukan tanpa disadari dan berpotensi menghasilkan sesuatu yang positif.
Ketrampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan berikutnya yang harus dimiliki oleh pemimpin keperawatan. Ketrampilan ini sangat penting karena memiliki potensi untuk mengarahkan bawahan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya karena ia merasa ada sesuatu yang menarik hati untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Namun, cara memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang untuk bekerja utamanya berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan, seorang pemimpin keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal, termasuk didalamnya menetapkan insentif (Swansburg & Swansburg, 1999; Rocchiccioli & Tilbury, 1998; Chowdhury, 2003).
Ketrampilan menyesuaikan diri merupakan modal dasar bagi pemimpin keperawatan dalam upaya mengoptimalisasi keluaran (DuBrin, 2000). Pemimpin yang efektif mengetahui secara tepat bagaimana dan dengan cara apa ia berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini karena ia sangat memahami keunikan masing-masing bawahan.
Pemimpin keperawatan yang efektif tidak akan menggunakan cara dan pendekatan yang sama untuk semua bawahan melainkan membedakan teknik komunikasi dan cara memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya. Sebaliknya, ketika berinteraksi pemimpin perawat juga tidak menjadi merasa kalah atau lebih rendah ketika diperlukan upaya menyesuaikan diri dengan kondisi bawahan ketika interaksi terjadi.
Perilaku kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kekuatan dinamis yang penting dalam memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi atau institusi untuk mencapai tujuan. Selain itu, kepemimpinan juga adalah kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri dan menghasilkan dukungan dari bawahan sehingga tujuan yang ditetapkan bersama dalam organisasi dapat tercapai. Seorang pemimpin dianggap berhasil menjalankan fungsi kepemimpinannya apabila berdasarkan upayanya untuk memperlihatkan kriteria perilaku berikut dapat menghasilkan keluaran secara efektif. Kriteria itu adalah seperti yang dijelaskan DuBrin (2000) berikut ini.
1. Berpikir seperti pemimpin
Perilaku kepemimpinan yang baik dapat ditumbuhkan sejak dini. Namun, ia harus memiliki dasar talenta untuk cepat tanggap (responsive) terhadap lingkungan. Melalui respon yang selalu ditimbulkan sebenarnya ia melatih kemampuan berpikir kritis. Pemikiran kritis ini harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Hal ini karena pemimpin sering menggunakan imaginasi dan teknik penyelesaian masalah kreatif yang berasal dari kemampuan berpikir kritis tadi. Pemimpin juga harus menciptakan visi bagi organisasi atau lingkungan dimana ia memimpin. Ia menspesifikasikan tujuan yang luas dan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Ia juga memberikan inspirasi yang banyak bagi bawahannya sehingga mereka menjadi mampu melakukan kegiatan produktif.
Kemampuan berpikir kritis seorang pemimpin melandasi pelaksanaan fungsi kepemimpinan yang juga meliputi fungsi manajerial. Oleh karena itu, menggali ide-ide kreatif, memberikan ide cemerlang tersebut pada suatu pertemuan serta menciptakan terobosan yang dapat meningkatkan produktifitas tanpa meningkatkan beban kerja bawahan merupakan hasil upaya berpikir seorang pemimpin. Hal ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih optimal apabila pemimpin juga mampu menciptakan teamwork yang handal dan kerjasama yang didasasi motivasi yang terpelihara dengan baik. Untuk mencapai situasi ini pemimpin harus mampu berupaya mempengaruhi banyak orang melalui beberapa cara seperti misalnya memberi petunjuk, instruksi, dan delegasi (DuBrin, 2000).
Didalam keperawatan, fungsi kepemimpinan yang dilaksanakan pemimpin perawat yang memperlihatkan daya berpikir layaknya pemimpin dapat diterapkan secara bertahap. Pemimpin keperawatan harus mulai berpikir positif tentang dirinya dan orang lain, tentang situasi yang dihadapi atau yang akan terjadi. Ia juga harus banyak bergaul dengan pemimpin besar dibidangnya, dan selalu mempelajari visi yang telah ditetapkan dan membandingkan juga dengan berbagai pandangan pemimpin perawat diluar negeri yang memiliki sikap futuristic. Yang paling penting, ia juga harus berpikir secara sistem, untuk memahami bagaimana menerapkan pembaharuan dalam suatu bidang akan mempengaruhi biadng lainnya baik pada saat sekarang maupun mendatang.
2. Berkomunikasi seperti pemimpin
Perilaku lain yang dapat memperlihatkan integritas dan kredibilitas pemimpin adalah kemampuan berkomunikasi. Seorang pemimpin akan memilih kalimat, mengucapkan kata-kata dan bahasa tubuh yang dapat memberikan pengaruh pada orang lain. Selain itu, materi komunikasi yang disampaikan dapat memberi inspirasi pada bawahan atau orang lain. Bahasa yang digunakan oleh seorang pemimpin yang memahami bahwa teknik komunikasi dapat memperlancar pencapaian tujuan merupakan kekuatan internal diri yang memberikan pengaruh mendalam agar bawahan terlarut dalam pemikiran yang diharapkan pemimpin.
Cara berkomunikasi layaknya seorang pemimpin juga dapat dilakukan melalui penggunaan analogi atau metafora yang sesuai yang akan lebih menarik imaginasi pemimpin dalam mengutarakan ide atau pandangan kreatifnya. Analogi diperlukan ketika seorang pemimpin sedang berusaha menjelaskan ide atau pandangannya dengan cara lebih jelas sehingga orang yang diajak berkomunikasi dapat memahami. Sebaliknya, metafora, yang tampak lebih tersamar dibandingkan dengan analogi juga dapat membandingkan dua hal yang tidak terlalu mirip sebagai contoh situasi dari apa yang sedang dihadapi (DuBrin, 2000).
Dalam bidang keperawatan, kepemimpinan dapat dijalankan oleh pemimpin keperawatan melalui cara berkomunikasi yang efektif. Sikap bicara, sikap berdiri, pandangan terfokus kepada lawan bicara, dan senyum akan banyak membantu pemimpin perawat untuk berkomunikasi layaknya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh besar terhadap orang lain. Memberikan cerita tambahan dapat digunakan sebagai variasi materi yang ingin disampaikan. Yang terpenting adalah materi yang disampaikan harus dapat diterima dan kejujuran dalam menyampaikan harus dapat ditangkap oleh pihak yang diajak berkomunikasi. Hindari ucapan sebagai hasil pemikiran negatif, demikian juga gossip yang tidak diketahui sumbernya; keduanya berpotensi untuk menurunkan kepercayaan bawahan terhadap pemimpinnya.
3. Bertindak layaknya pemimpin
Seorang pemimpin harus dapat memperlihatkan contoh peran yang baik sebagai pemimpin didepan bawahan atau orang lain. Memberi contoh peran atau role modeling pada orang lain akan merefleksikan siapa pemimpin itu sebenarnya. Contoh peran ini harus orisinal dan tidak dibuat-buat. Oleh karena contoh peran itu merupakan keteladanan yang ingin diberikan kepada orang lain supaya dicontoh. Keteladanan ini adalah landasan kuat untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan harapan. Melalui keteladanan seorang pemimpin akan mampu menyampaikan budaya organisasi / institusi kepada orang lain.
Pemimpin yang menghargai budaya organisasi / institusi akan dapat menghormati kebijakan yang berlaku dan hal ini akan diikuti oleh pengikutnya. Selain itu, pemimpin juga seyogyanya mampu memperlihatkan kebiasaan bekerja yang baik, professional, dan mengandung makna keamanan, kenyamanan, dan keselamatan kerja yang selalu dipertahankan. Untuk menjadi pemimpin yang baik ia harus menjadi sumber inspirasi bagi orang lain untuk mencapai tujuan. Sumber inspirasi ini ditunjukkan baik berasal dari sikap kepemimpinan, cara berkomunikasi, cara mengendalikan emosi, dan bertindak yang tepat sebagai pemimpin dari seseorang pemimpin.
Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditunjukkan melalui sikap, tindakan, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan dapat diteladani oleh orang lain. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang pemimpin perawat memiliki fungsi unik untuk mempengaruhi bawahannya karena pada umumnya mayoritas bawahan adalah perempuan yang dipersepsikan kurang menggunakan rasional dan lebih mengemukakan emosinya dalam menghadapi suatu situasi. Oleh karena itu, pemimpin perawat juga harus membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan bermitra dengan tenaga yang berjenis kelamin sama. Namun demikian, kelebihan juga dimiliki oleu bawahan perempuan yaitu tekun, setia dan komitmen tinggi. Faktor inilah yang harus diberdayakan pemimpin agar bawahannya dapat dipengaruhi sehingga tujuan bersama dapat dicapai. Hal ini dapat dicapai dengan selalu menyediakan diri untuk membantu bawahan/orang lain, mendengarkan berbagai keluhan dan harapan bawahan.
4. Membantu orang lain memimpin dirinya
Banyak pemimpin yang lebih mengetengahkan egonya dibandingkan dengan keinginan memajukan atau memberdayakan orang lain. Hal ini tentu saja dapat menurunkan efektifitas fungsi kepemimpinannya. Untuk itu, pemimpin harus memahami hakekat pemberdayaan atau penguatan orang lain terutama bawahan yang memiliki potensi kuat untuk diberdayakan. Oleh karena itu, sebagai pemimpin ia harus mengetahui siapa yang layak untuk diberdayakan dan siapa yang tidak layak/tidak mungkin untuk diberdayakan.
Pemimpin yang efektif seyogyanya mampu memberdayakan bawahannya. Pemberdayaan adalah suatu pendelegasian otoritas dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab pemimpin kepada bawahan yang dianggap cocok untuk mengembannya. Ini berarti, pemimpin membebaskan orang tersebut dari kewajiban berkonsultasi dan berdiskusi dengan pimpinan. Untuk menetapkan seseorang mampu untuk diberdayakan, ada beberapa faktor yang perlu dipahami pemimpin sebelum memberdayakan seseorang yaitu: makna pemberdayaan terhadap kewenangan pimpinan pada aspek yang didelegasikan; kompetensi yang didelegasikan; self-determination dari orang yang didelegasikan; dampak yang akan diperoleh melalui pendelegasian tersebut.
Pemimpin dalam keperawatan dapat mendelegasikan sebagian fungsi kepemimpinannya kepada orang yang diyakini akan mampu mengemban pendelegasian ini. Hal ini perlu dicermati karena pendelegasian berarti pemberian sebagian kekuasaan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam memutuskan. Oleh karena itu, pemimpin perawat harus mampu memilih dan menetapkan seseorang dalam menerima pendelegasian tugas yang memiliki makna penting karena berkaitan dengan kepentingan orang lain misalnya pasien dan keluarga (di tatanan pelayanan keperawatan) atau mahasiswa dan dosen lain (ditatanan pendidikan keperawatan).
5. Membantu mengembangkan potensi
Fungsi kepemimpinan memiliki makna fungsi pembinaan pada orang lain. Pemimpin yang memahami bawahan akan dapat menetapkan fungsi pembinaan pada saat dan tempat yang tepat. Melalui pembinaan ini pemimpin berupaya menciptakan perkembangan yang dibutuhkan oleh bawahan setelah mengkajinya dengan teliti. Untuk dapat berfungsi menjadi pembina, sebagai pemimpin ia harus bersikap humanistik dan suportif serta mampu menjadi suri teladan untuk orang lain.
Membina orang lain mengembangkan potensinya meliputi berbagai kegiatan kepemimpinan seperti; menunjukkan perhatian terhadap tingkat kesejahteraan orang lain (bawahan), mendengarkan keluhan dan masalah kerja yang dialami oleh bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan pribadi dan menunjukkan empatinya, menyampaikan selamat pada yang berhasil, membantu bawahan menyelesaikan masalah, berperan sebagai pelatih yang menguasai teknik kerja, dan menyediakan diri untuk menjadi mentor atau penasehat ketika bawahan memerlukannya.
Disamping itu, peran pembinaan yang dilaksanakan oleh pimpinan terutama sangat tergantung dari ketrampilan dan teknik berkomunikasi yang bersifat suportif. Komunikasi suportif mengandung landasan orientasi pada masalah, diberikan secara verbal dan non-verbal yang sinkron, menekankan pada pembenaran sehingga orang yang sedang berkomunikasi merasa nyaman karena berarti telah memberi pengakuan akan kehadiran, keunikan dan arti penting dari orang lain yang diajak berkomunikasi. Komunikasi suportif juga bersifat spesifik, terkait logis dengan informasi sebelumnya, dan diakui secara nyata, serta mengandung sikap mau mendengar dan memberi informasi.
Sebagai pembina yang sadar bahwa pengembangan potensi orang lain terletak sebagian besar pada dirinya sebagai pemimpin, maka ia juga seyogyanya harus bersedia untuk memberi umpan balik dan dorongan positif. Salah satu tugas dasar seorang pemimpin adalah memberi umpan balik tentang kinerja dan perilaku yang diperlihatkan bawahan. Umpan balik baik yang positif maupun negatif harus diberikan dengan tepat, sesuai tempat, dan waktu sehingga dapat membantu bawahan untuk tumbuh dan berkembang serta menjadi kekuatan untuk memotivasinya dalam berkinerja dan berperilaku lebih baik. Umpan balik yang diberikan sebaiknya pada akhir peristiwa, bersifat spesifik, memberi kesempatan pada bawahan untuk menjelaskan, dan berfokus pada perilaku bukan personal bawahan.
Dalam keperawatan, tidak banyak pemimpin perawat yang mau memberikan umpan balik secara terbuka karena takut dipersepsikan salah oleh yang menerima umpan balik. Sebaliknya perawat dibawah kepemimpinannya juga belum siap menerima umpan balik terbuka terutama yang bersifat negatif. Hal ini karena mereka tidak terbiasa untuk menerima kinerja dan perilaku mereka dikritik, dikomentari atau ditanggapi. Pada umumnya, mereka dinilai tidak berdasarkan keterbukaan sehingga obyektifitas penilaian menjadi minimal. Dengan demikian agak sulit bagi pemimpin perawat untuk menjalankan tugas pembinaannya dalam rangka menumbuhkan-kembangkan potensi seseorang bawahan melalui pemberian umpan balik namun suportif.
Kepemimpinan etikal dalam keperawatan yang visioner dan transformasional
Kepemimpinan merupakan fungsi untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sesuai dengan arah yang ditetapkan untuk mencapai tujuan. Fungsi ini dilaksanakan meliputi berbagai aspek dan bidang kerja serta melibatkan kegiatan memotivasi, membina, dan mengembangkan potensi bawahan. Seluruh komponen yang menjadi cakupan kerja kepemimpinan seseorang dipersepsikan sebagai sub-subsistem yang harus dikoordinasikan menjadi sistem yang terintegrasi.
Namun demikian, kepemimpinan ini juga harus dilaksanakan secara etikal karena tidak jarang pemimpin perawat menghadapi masalah yang melibatkan keputusan etik sehingga memerlukan kerjasama dengan pihak lain untuk menemukan solusi etik. Pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan pasien dan keluarga sering menuntut pemimpin perawat untuk membuat keputusan etik yang mempertimbangkan norma dan nilai-nilai dari berbagai pihak khususnya pasien dan keluarga. Demikian pula keputusan etik yang harus diambil dalam masalah sistem pelayanan kesehatan dan perasuransian, keterbatasan sumber-sumber, dan perilaku tim kesehatan yang dipersepsikan melecehkan pihak lain.
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam keperawatan melibatkan banyak aspek dan unsur yang terkait didalamnya sehingga diperlukan pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinannya bukan hanya mempertimbangkan aspek etik saja tetapi juga pertimbangan visi kedepan dan bagaimana mentransformasikan perubahan dan pembaharuan kedalam kegiatan harian tanpa menimbulkan kecemasan, ketidak-pastian, dan ancaman bagi yang terlibat didalamnya serta mewujudkan perubahan itu secara terrencana, bertahap, namun berhasil guna. Pemimpin seperti ini tentu harus memiliki visi masa depan yang kuat dan melalui pengaruh serta kekuatannya sebagai pemimpin mampu membawa anggotanya mengarah pada pencapaian visi tersebut.
Kepemimpinan keperawatan sesudah abad 21
Pada era global saat ini dan era sesudahnya akan banyak terjadi perubahan dalam kehidupan manusia, sistem penyelenggaraan kehidupan manusia, keterbatasan sumber-sumber yang diperlukan dalam kehidupan manusia serta perkembangan ilmu dan teknologi yang tiada henti. Perubahan sikap dan perilaku sumber daya manusia dalam sistem ketenaga-kerjaan juga akan terjadi sebagai dampak dari berbagai perubahan yang terjadi dalam lingkungan kehidupan manusia. Berdasarkan situasi ini, maka dimasa depan diperlukan pemimpin yang handal tapi tangguh yang memiliki berbagai ketrampilan dari mulai memotivasi bawahan sampai kepada menciptakan banyak perubahan yang bermanfaat.
Dalam keperawatanpun diperlukan pemimpin perawat yang mampu menjalankan kepemimpinannya secara handal dan tangguh. Hal ini karena sejak dari sekarang juga telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam industri kesehatan termasuk tatanan pelayanan kesehatan yang menuntut setiap pemimpin perawat memahami landasan konsep dan kriteria yang diperlukan pemimpin dalam memimpin perawat yang memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang berbeda. Selain itu, kepemimpinan dalam keperawatan juga harus mampu mempengaruhi pembuatan kebijakan, penggunaan strategi politik, dan teknik berkomunikasi yang memberikan pengaruh perubahan kearah yang lebih baik bagi profesi keperawatan.
Oleh karena itu, dalam menjalankan kepemimpinannya para pemimpin perawat harus senantiasa memiliki sikap dan perilaku pemimpin yang selalu berpikir untuk kepentingan jangka panjang. Selain itu, memandang seluruh kepentingan profesi keperawatan diatas kepentingan unit atau institusi semata. Ia juga harus mampu memperluas area yurisdiksinya sehingga dapat memperlihatkan pengaruh positif terhadap orang lain. Sebagai pemimpin keperawatan yang memahami tujuan akhir dari kepemimpinannya seyogyanya selalu mengutamakan visi, nilai-nilai, dan memberikan motivasi untuk para bawahannya (Swansburg & Swansburg, 1999). Yang utama, untuk kepentingan di masa depan ia harus memperlihatkan ketrampilan politik dalam mempercepat pencapaian tujuan, dan selalu berpikir untuk pembaharuan kedalam profesinya.
Pemimpin keperawatan dimasa depan juga harus mampu menciptakan nilai-nilai unggulan yang menjadi karakteristik profesi, dan menyatakan visi yang mampu menjadi inspirasi bagi orang lain. Dalam kepemimpinannya, ia juga harus mampu berbicara dan bertindak strategis sehingga dapat menimbulkan manfaat positif bagi orang yang dipimpinnya. Selanjutnya, banyaknya peluang yang berpotensi terjadi dimasa depan mengharuskan pemimpin perawat menentukan arah perubahan yang berskala besar melalui pemikiran yang strategis. Pemimpin perawat juga harus menjadi sumber pengetahuan formal bagi orang lain, bertindak dan bersikap sebagai pemimpin visioner dan transformasional (DuBrin, 2000).
Penutup
Para perawat yang berada pada posisi kepemimpinan memiliki tanggung jawab yang luas dalam arena pelayanan kesehatan. Hal ini karena lingkungan pelayanan kesehatan saat ini memberikan banyak peluang untuk perawat memperoleh status professionalnya dengan secara proaktif berespon terhadap kebutuhan perubahan dan harapan masyarakat.
Keperawatan biasanya menjadi jelas posisinya justru karena ketidak hadirannya dalam daftar kepemimpinan nasional. Banyak masyarakat yang belum mempersepsikan pemimpin perawat memiliki kekuatan dan kekuasaan. Demikian pula sistem pelayanan kesehatan tidak berhasil untuk mengidentifikasi profesi perawat sebagai professional yang memiliki pengetahuan yang bermanfaat untuk membantu menciptakan solusi terhadap masalah kesehatan yang kompleks. Hal ini dapat dimengerti karena selama ini sesuai sejarahnya, banyak perawat yang telah menghindari peluang untuk mengemban kekuatan dan peranan politik di masa lalu.
Namun, meskipun lambat, saat ini profesi ini mulai memahami bahwa kekuatan dan kekuasaan serta peranan politik telah menjadi salah satu faktor penentu mencapai tujuan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan sekaligus meningkatkan otonomi keperawatan. Oleh karena itu, ketika terjadi banyak perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan maka para pemimpin perawat harus berpartisipasi secara aktif dan proaktif untuk mencari jalan bagaimana mempengaruhi pengambil keputusan dalam sistem pelayanan kesehatan dan membuat untuk didengar suaranya oleh mereka. Para pemimpin perawat memiliki kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan publik sepanjang mereka memiliki berbagai potensi kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment