Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat
megah, seorang pejabat senior istana sedang
menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya
yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh
tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana,
pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari
seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari
kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun
perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat
meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada
puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah.
Sebelum menikmati jamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti
prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana
kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan
emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan
emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat
terkenal.
“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal.
Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah
dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia
perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan
ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan,
kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat
senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh
hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat
senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala
dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh
kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan
ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri
menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan
meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut
terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan
mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar
terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian,
isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta.
Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam
menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat
tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan
bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah
50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu. aku telah dengan
melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi
kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor
ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari
istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama.
Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.”
tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata
berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang
tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia
menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat
mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa
seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu,
membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan,
“Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku
sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela
menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi
sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun
telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai,
ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga
detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.”
Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamutamu
terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan
mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua
pasangan tersebut.
……………………
megah, seorang pejabat senior istana sedang
menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya
yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh
tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana,
pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari
seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari
kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun
perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat
meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada
puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah.
Sebelum menikmati jamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti
prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana
kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan
emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan
emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat
terkenal.
“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal.
Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah
dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia
perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan
ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan,
kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat
senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh
hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat
senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala
dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh
kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan
ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri
menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan
meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut
terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan
mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar
terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian,
isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta.
Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam
menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat
tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan
bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah
50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu. aku telah dengan
melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi
kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor
ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari
istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama.
Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.”
tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata
berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang
tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia
menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat
mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa
seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu,
membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan,
“Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku
sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela
menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi
sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun
telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai,
ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga
detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.”
Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamutamu
terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan
mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua
pasangan tersebut.
……………………
Arti cerita diatas:
Bisa saja, sepasang suami – isteri saling mencintai dan hidup
serumah selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di
antaranya tidak ada saling keterbukaan dalam komunikasi, maka
kemesraan mereka sesungguhnya rawan dengan konflik.
Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena seperti
menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap
disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan
secara tulus dan terbuka, dan ketidakpuasan terus
bermunculan, maka konflik akan semakin tak tertahankan dan
akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah seperti ini, tentulah
luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan terasa lebih
menyakitkan.
Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka
dengan dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan,
pengertian dan kebiasaan berpikir positif
Bisa saja, sepasang suami – isteri saling mencintai dan hidup
serumah selama bertahun-tahun lamanya. Tetapi jika di
antaranya tidak ada saling keterbukaan dalam komunikasi, maka
kemesraan mereka sesungguhnya rawan dengan konflik.
Kebiasaan memendam masalah itu cukup riskan karena seperti
menyimpan bom waktu dalam keluarga. Kalau perbedaan tetap
disimpan sebagai ganjalan dihati, tidak pernah dibiacarakan
secara tulus dan terbuka, dan ketidakpuasan terus
bermunculan, maka konflik akan semakin tak tertahankan dan
akhirnya bisa meledak. Jika keadaan sudah seperti ini, tentulah
luka yang ditimbulkan akan semakin dalam dan terasa lebih
menyakitkan.
Kita haruslah selalu membangun pola komunikasi yang terbuka
dengan dilandasi kasih, kejujuran, kesetiaan, kepercayaan,
pengertian dan kebiasaan berpikir positif
1 comments:
terimakasih PPNI kom. dr.sardjito materi sangat membantu. salam hangat dari saya mahasiswa keperawatan s1 UMS.
Post a Comment