Di  era globalisasi dan pasar  bebas WTO dan GATT yang akan berlaku pada  tahun 2020 mendatang,  kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah  satu prasyarat yang  ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan  barang dan jasa antar  negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara  anggota, termasuk bangsa  Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut  serta mewujudkan  perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, telah  ditetapkan Visi  Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat  Indonesia di masa depan,  yang penduduknya hidup di dalam lingkungan dan  perilaku sehat,  memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara  adil dan merata,  serta memiliki derajat kesehatan yang  setinggi-tingginya.
Pelaksanaan   Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya   untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran   lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan   kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan   efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja   menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan   pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara   menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada   masyarakat luas. 
Penyakit  Akibat  Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas  kesehatan dan  non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan  baik. Jika  kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di  beberapa  negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan  kecenderungan  peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering  terjadi karena  kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta  keterampilan pekerja yang  kurang memadai. Banyak pekerja yang  meremehkan risiko kerja, sehingga  tidak menggunakan alat-alat pengaman  walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua tenaga kesehatan yang merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi sarana dan prasarana, maka risiko yang dihadapi petugas tenaga kesehatan semakin meningkat.
Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah kesehatan yang merupakan kendala yang dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua tenaga kesehatan yang merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi sarana dan prasarana, maka risiko yang dihadapi petugas tenaga kesehatan semakin meningkat.
Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah kesehatan yang merupakan kendala yang dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.
FASILITAS ATAU SARANA/PRASARANA TENAGA KESEHATAN 
- Sarana/Prasana Kesehatan adalah sarana kesehatan yang meliputi berbagai alat / media elektronik yang harus ada di Tempat Kerja Kesehatan untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
- Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai sistem yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat agar suasana di dalam ruangan tersebut menjadi nyaman.
- Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap segala sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran.
- Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)
Kinerja  (performen) setiap  petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan  resultante dari tiga  komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,  beban kerja dan  lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan  pada pekerja. Bila  ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai  suatu derajat  kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan  produktivitas. Sebaliknya  bila terdapat ketidak serasian dapat  menimbulkan masalah kesehatan kerja  berupa penyakit ataupun kecelakaan  akibat kerja yang pada akhirnya akan  menurunkan produktivitas kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BAGI TENAGA KESEHATAN DAN PENCEGAHANNYA
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
- Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
- Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
- Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
- Lingkungan kerja
- Proses kerja
- Sifat pekerjaan
- Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
- Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
- Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
- Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :
1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
- Ringan à memar
- Berat à fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
- Pakai sepatu anti slip
- Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
- Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
- Pemeliharaan lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
Pencegahan :
- Beban jangan terlalu berat
- Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
- Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
- Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
Penyakit  Akibat Kerja adalah penyakit  yang mempunyai penyebab yang spesifik  atau asosiasi yang kuat dengan  pekerjaan, pada umumnya terdiri dari  satu agen penyebab, harus ada  hubungan sebab akibat antara proses  penyakit dan hazard di tempat kerja.  Faktor Lingkungan kerja sangat  berpengaruh dan berperan sebagai  penyebab timbulnya Penyakit Akibat  Kerja. Sebagai contoh antara lain  debu silika dan Silikosis, uap timah  dan keracunan timah. Akan tetapi  penyebab terjadinya akibat kesalahan  faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit   akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor   biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor  kimia  (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti  antiseptik pada  kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan  hati; faktor  ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah);  faktor fisik  dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit,  tegangan tinggi,  radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar  penerimaan  pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
- Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
- Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
- Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
- Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
- Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
- Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
- Kebersihan diri dari petugas.
Petugas  di tempat kerja kesehatan yang  sering kali kontak dengan bahan kimia  dan obat-obatan seperti  antibiotika, demikian pula dengan solvent yang  banyak digunakan dalam  komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai  zat yang paling  karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat  memberi dampak  negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan  yang paling sering  adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada  umumnya disebabkan oleh  iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit  saja oleh karena alergi  (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,  tetrachloromethane) jika  tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit  dapat menyebabkan  penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan  korosif (asam dan  basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang  irreversible pada  daerah yang terpapar.
Pencegahan :
Pencegahan :
- ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
- Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
- Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
- Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
- Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
- Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian
- Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
- Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
- Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
- Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
- Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
- Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
- Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
- Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
- Pelindung mata untuk sinar laser
- Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
- Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
- Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
- Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.
PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN MELALUI PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA 
A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
- UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan
- UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
- UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
- Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
- Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain :
- Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
- Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
- Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
- Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
- Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
- Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
- Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
- Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
Yaitu  upaya untuk menemukan gangguan  sedini mungkin dengan cara mengenal  (Recognition) kecelakaan dan  penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh  pada setiap jenis pekerjaan di  unit pelayanan kesehatan dan pencegahan  meluasnya gangguan yang sudah  ada baik terhadap pekerja itu sendiri  maupun terhadap orang  disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka  penatalaksanaan kasus menjadi  lebih cepat, mengurangi penderitaan dan  mempercepat pemulihan kemampuan  produktivitas masyarakat pekerja.  Disini diperlukan system rujukan untuk  menegakkan diagnosa penyakit  akibat kerja secara cepat dan tepat  (prompt-treatment). Pencegahan  sekunder ini dilaksanakan melalui  pemeriksaan kesehatan pekerja yang  meliputi:
1. Pemeriksaan AwalAdalah  pemeriksaan kesehatan yang  dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja  (petugas kesehatan dan non  kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.  Pemeriksaan ini bertujuan  untuk memperoleh gambaran tentang status  kesehatan calon pekerja dan  mengetahui apakah calon pekerja tersebut  ditinjau dari segi kesehatannya  sesuai dengan pekerjaan yang akan  ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :
- Anamnese umum
- Anamnese pekerjaan
- Penyakit yang pernah diderita
- Alrergi
- Imunisasi yang pernah didapat
- Pemeriksaan badan
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Pemeriksaan tertentu:
- Tuberkulin test
- Psikotest
Adalah  pemeriksaan kesehatan yang  dilaksanakan secara berkala dengan jarak  waktu berkala yang disesuaikan  dengan besarnya resiko kesehatan yang  dihadapi. Makin besar resiko  kerja, makin kecil jarak waktu antar  pemeriksaan berkala Ruang lingkup  pemeriksaan disini meliputi  pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus  seperti pada pemeriksaan awal  dan bila diperlukan ditambah dengan  pemeriksaan lainnya, sesuai dengan  resiko kesehatan yang dihadapi dalam  pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
Kesehatan  dan keselamatan kerja  di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar  petugas, masyarakat dan  lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu  dalam keadaan sehat,  nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk  dapat mencapai tujuan  tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama  yang baik dari semua  pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen  Kesehatan sebagai  lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan  masyarakat,  memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk  teknis dan  pedoman K3 di tempat kerja kesehatan serta menjalin  kerjasama lintas  program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan  K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
 Posted in:  K3RS
Email This
BlogThis!
Share to X
Share to Facebook
 Posted in:  K3RS
Email This
BlogThis!
Share to X
Share to Facebook
 7:32 AM
7:32 AM
 Kancil Jogja
Kancil Jogja
 
 
13 comments:
Informasinya sangat bagus, btw klo mo ikut training ahli k3 umum bisa hubungi kita lo provider Training ahli k3 umum
top bgt, pak :)
terimakasih...
bagus sekali
infonya bagus untuk menambah ilmu. trimakasih
infonya bagus. trimakash
said
goood
sangat membantu sekali
terimakasih informasinya,,,sangat membantu
Terimakasih infonya :)
Sangat Bermanfaat bagi kita semua...
good artikel..
www.sepatusafetyonline.com
top....
ijin copas...
Post a Comment