Sunday, June 10, 2012

Jenjang Pendidikan DIV Keperawatan

Selama ini Diploma IV Keperawatan banyak dibicarakan orang, sebagian besar menentang bahkan dari organisasi Profesi sendiri. Tulisan ini bukan untuk memprovokasi pihak manapun karna saya sendiri adalah DIV Keperawatan. Yang  jelas, DIV Keperawatan itu resmi adanya, bukan atas kepentingan pihak manapun, dan sudah di SK-kan Oleh MenKes, selain itu jenjang pendidikan Diploma IV itu sendiri sudah diakui oleh pemerintah kita dan dunia.
Jadi, jangan khawatir, pemerintah tidak akan mungkin menelantarkan Para DIV Keperawatan. Untuk Lebih jelasnya silahkan baca tulisan dibawah yang saya kutip dari Badan PPSDM DepKes RI.
Pendidikan Diploma IV Keperawatan di Indonesia sudah saatnya untuk menyesuaikan dengan pola sistem pendidikan nasional yang terencana, berkelanjutan, dan memenuhi kebutuhan pasaran dunia kerja dengan didasari beberapa alasan antara lain : perkembangan masalah kesehatan, strategi pembangunan kesehatan, issue global, permasalahan gerak dan fungsi serta kemampuan tenaga keperawatan yang ada.
Sementara itu, dengan dicanangkannya “visi Indonesia Sehat 2010″ mengakibatkan terjadinya pergeseranstrategi pembangunan kesehatan dari kuratif kearah penanganan kesehatan paripurna. Ini berarti pelayanan kesehatan tidak hanyamenyembuhkan penyakit , tetapi juga harus mengupayakan agar pasien dapat mandiri baik secara fisik maupun mental psikologis. Guna mencapai tujuan tersebut diperlukan tenaga kesehatan yang profesional termasuk tenaga keperawatan.
Berdasarkan hasil studi Jurusan Keperawatan Poltekkes Bandung, Semarang dan Surakarta pada bulan Mei 2003 untuk mengetahui kebutuhan dari rumah sakit tentang tenaga keperawatan di beberapa rumah sakit di Jawa Barat dengan responden lulusan Diploma III Keperawatan, pasien, dokter sebagai mitra kerja dan stakeholder. Diperoleh informasi bahwa secara umum responden menyatakan membutuhkan perawat yang mempunyai kemampuan klinik secara khusus. Pernyataan responden tersebut adalah: 90% pimpinan rumah sakit sangat setuju perawat memiliki keahlian khusus, 64,3% mitra kerja perawatn (dokter ahli) setuju diadakan pendidikan khusus dan 62,2% perawat menyatakan sangat memerkulan keterampilan khusus dan 54,5 klien (pasien) menginginkan perawat yang terampil. Menyikapihal-hal diatas dan mengantisipasi diberlakukannya sistem pasar bebas, termasuk didalamnya bidang kesehatan yang tidak dapat dihindari, menuntut adanya tenaga kesehatan yang mampu bersaing. Untuk itu pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan tidak cukup hanya pada jalur akademik saja, tetapi harus dikembangkan ke jenjang yang setara Strata satu (S-1) keperawatan yaitu Diploma IV Keperawatan berbasis Rumah Sakit.

Analisis Situasi dan Permasalahanya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang baru diundangkan pada tanggal 8 Juli 2003, dalam penjelasannya pasal 15 tentang pendidikan vokasi adalah merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Pendidikan tinggi kesehatan khusus Diploma III saat ini adalah merupakan pendidikan vokasi. Oleh karena itu sambil menunggu peraturan perundang-undangan untuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut diatas Politeknik Kesehatan Depkes dapat menyelenggarakan sampai dengan Diploma IV Kesehatan.
Sejalan dengan ketentuan diatas, pola pendidikan Berkelanjutan yang dikembangkan sampai dengan saat ini Sebagai berikut :

Pola yang dukembangkan ini tidak hanya berlaku untuk pendidikan keperawatan saja tetapi untuk jenis pendidikan tenaga kesehatan lainnya, seperti: Gizi, Fisioterapi, Teknik Elektromedik, Radiodiagnostik dan Radioterapi, dan lain-lain.
Saat ini Badan PPSDM Kesehatan sedang mengidentifikasi kebutuhan tenaga perawat dengan kualifikasi Diploma IV Keperawatan di dalam negeri. Dari 91 Institusi Rumah Sakit yang dikirimi angket, 28 institusi menyatakan bahwa kebutuhan lulusan Diploma IV Keperawatan Kegawatdaruratan sebanyak 225 orang, Keperawatan Medikal Bedah 195 orang, Keperawatan Anak 231 orang, Keperawatan lanjut usia 103 orang, Keperawatan Kardiovaskuler 158 orang, keperawatan mata 64 orang dan keperawatan jiwa 66 orang.
Untuk menjawab tantangan etrsebut diatas, salah satu upayanya adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan tinggi keperawatan yang berbasis pada kompetensi, memperbaiki metoda pembelajaran yang menekankan pada kemampuan kemahiran klinik tertentu, dan mengacu pada kebutuhan pengguna layanan keperawatan serta berwawasan luas yang dapat bersaing dan dapat menembus pasar kerja global.
Sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan keperawatan setingkat Sarjana yaitu: Diploma IV Keperawatan yang berbasis kompetensi dengan spesifikasi kemahiran keperawatan klinik yang profesional dan bermutu.
Sementara itu, Keperawatan sebagai suatu profesi, saat ini sedang mengalami suatu perubahan secara menyeluruh meliputi perkembangan pendidikan keperawatan yang mengarah pada pendidikan profesional yang berdampak pula pada pelayanan/asuhan keperawatan, diiringi pula dengan pengembangan organisasi keprofesian PPNI. Perkembangan ini merupakan refleksi dari tuntutan internal kebutuhan profesi kearah profesionalisme dan tuntutan masyarakat terhadap kualitas asuhan keperawatan serta mempersiapkan diri menghadapi era globalisasi memasuki era pasar bebas.
Berdasarkan hasil Lokakarya Nasional Keperawatan yang diadakan di Hotel Wisata tahun 1983yang pada saat itu belum ada PP Nomor 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi, PPNI sepuluh tahun kemudian mengembangkan menjadi satu sistem jalur akademik (academic pathway) dimana bagi lulusan D III Keperawatan dapat mengikuti program Strata satu (S-1) keperawatan dan pengembangan terakhir diajukan lulusan pada pertemuan 14 Mei 2003 di Pusdiknakes dengan beberapa pejabat eselon II di lingkungan Depkes bahwa lulusan Diploma III Keperawatan dapat mengambil program “Post Basic dan meneruskan pendidikan ke jenjang yang paling tinggi (tidak dead-end).
Persyaratan peserta adalah lulusan SMU + Diploma III Keperawatan dengan pengalaman 3 tahun di RS pada unit perawatan klinik dan lulus ujian masuk sesuai dengan materi post basic yang diminati. Kurikulum merupakan bagian dari kurikulum S-1 Ners sesuai dengan bidang keperawatan klinik yang mencakup keperawatan medikal bedah, maternitas, anak, jiwa, kegawatdaruratan, gerontik, komunitas dan klinik dengan bobot kredit 35 SKS dari 87 SKS. Materi dirancang dari kurikulum Ners bedasarkan jumlah jam efektif untuk teori dan praktek klinik sehingga SKS yang di persyaratan tercapai dengan lama pendidikan 2 semester.
Pada pertemuan tanggal 9 Juni 2003 di Jurusan Keperawatan Poltekkes Jakarta III, PPNI mengajukan satu pola konversi lulusan Diploma III Keperawatan menjadi Sarjana Keparawatan dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai berikut :

Diagram diatas merupakan konversi Diploma III Keperawatan menjadi Sarjana Keperawatan dengan lama pendidikan 2 semester. Setelah lulus diberi gelar Skep + sertfikat sesuai kekhususan yang dipilih.
Pola ini tidak menghasilkan keterampilan spesikasi tertentu yang mendalam sesuai kebutuhan kompetensi berbasis rumah sakit, padahal kebutuhan rumah sakit, padahal kebutuhan rumah sakit adalah kemahiran tertentu sebagai mitra para tenaga medis. Disamping itu masih memerlukan 2 semester lagi untuk program Ners, dan ini tidak efisien dan efektif serta membuang-buang waktu.
Saat ini telah berdiri 7 Program Studi Ilmu Keperawatan yang berada dibawah Fakultas Kedoketran pada Perguruan Tinggi Negeri dan sati Fakultas Ilmu Keperawatan pada Universitas Indonesia. Proses berdirinya institusi penyelenggara program Strata Satu Keperawatan ini atas permintaan dan dukungan Departemen Kesehatan (dosen dan bantuan sarana laboratorium) dalam rangka program akselerasi memenuhi kualifikasi standar kebutuhan tenaga dosen di lingkungan akademi keperawatan di seluruh Indonesia.
Program Stara Satu Keperawatan ini menerima peserta didik jalur A dari lulusan SMU dan jalur B dari lulusan Akper/Diploma III Keperawatan yang memiliki ijazah SMU. Sedangkan lulusan Akper/Diploma III Keperawatan dengan latar belakang SPK/SPR jumlahnya diperkirakan 40% dari jumlah tenaga keperawatan yang tersebar di instansi pelayanan, dan kantor-kantor kesehatan dan tidak dapat melanjutkan ke S-1 Keparawatan karena tidak memiliki ijazah SMU.
Didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dikaitkan dengan kenyataan riil saat ini, sistem pendidikan tinggi keperawatan yang dikembangkan PPNI, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Peraturan Pemerintah Nomor 60/1999 telah membuka peluang bagi pengembangan pendidikan tenaga keperawatan untuk meningkatkan pendidikannya menjadi Sarjana Sain Terapan (S.Si.T)setara Strata Satu di samping adanya Program Strata Satu melalui PSIK/FIK
Lulusan Diploma III Keperawatan dengan latar belakang lulusan SPK/SPR yang jumlahnya cukup besar, perlu dicarikan suatu cara solusi dalam rangka meningkatkan pendidikan berkelanjutannya. Tentunya sangat arif bila mereka mempunyai peluang untuk melanjutkan ke Program Diploma IV Keperawatan untuk menjawab tantangan kebutuhan dalam negeri dan sekaligus meraih peluang kerja ke luar negeri.
Sementara itu lulusan Diploma III Keperawatan dengan latar belakang pendidikan SMU yang setiap tahunnya berjumlah 15.000 s/d 17.500 perlu diberdayakan untuk bekerja di luar negeri, mengingat rekrutment dalam negeri hanya 10 s.d 20% saja. Agar pengakuan dan penghargaan mereka di luar negeri setara B.N, pendidikan jalur akademik (S1) dan pendidikan jalur profesional (Diploma IV) dapat dilaksanakan secara bersamaan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan pola PPNI, harus disesuaikan dengan PP Nomor 60/1999, oleh karena itu perlu suatu pola pendidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Solusi yang diajukan
Menyikapi analisis situasi dan permasalahan tersebut diatas , dalam rangka penyelenggaraan Program Diploma IV Keperawatan berbasis Rumah Sakit, telah dilakukan langkah-langkah dengan mempersiapkan kurikulum, studi kebutuhan dalam dan luar negeri, penyiapan institusi Poltekkes dan Rumah Sakit sebagai mitra kerja, penyiapan studi keleyakan dan pertemuan-pertemuan dengan stakeholder terkait.
Diajukan usul Rencana penyelenggaraan sebagai berikut :
Institusi penyelenggara (dalam hal ini Politekhnik Kesehatan) ditetapkan secara selektif dengan memperhatikan kelayakan tentang dosen, sarana dan prasarana, serta dukungan rumah sakit sebagai mitra kerja.
Sifat pendidikannya dilakukan dengan sistem buka kran dan tutup kran sesuai kebutuhan.
Tahap pertama adalah pendidikan Diploma IV Keperawatan Medikal Bedah dan Kegawatdaruratan, yang sekaligus memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan luar negeri dan rumah sakit di dalam negeri.
Terlepas dari antara kebutuhan dan kepentingan, penyelenggraraan program diploma IV ini kiranya dapat menjadi solusi dalam rangka mengembangkan dan memberdayakan lulusan Diploma III Keperawatan secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan “user” baik di dalam negeri maupun diluar negeri serta meraih peluang pasar kerja di era globalisasi ini.
Dikutip Dari: http://pusdiknakes.or.id/bppsdmk/?show=detailnews&kode=19&tbl=infobadan

1 comments:

Anonymous said...

apapun kebijakan ....tempatkan kepentingan profesi dan eksistensi yang lebih luas harus diatas kepentingan pribadi dna golongan....saat ini yang namanya perawat masih kayak pembantu..orang bodoh...biar s3 sekalipun....biarpun kita berkoar-koar kita merupakan profesi penting,,,,,,,,kenapa?..

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls