Trend Keperawatan Saat ini
Pada  tahun 2010 bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, era dimulainya  pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional keluar dan masuk ke  dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa transisi atau  pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat  tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu  menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat  khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi,  pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit  klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya  pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan  umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan  yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif.
Pada  masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan  untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan  dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan  masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan  kesehatan dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang  bermutu dan diberikan oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini  memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat  memenuhi standart global internasional dalam memberikan pelayanan  kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional, kemampuan  intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki  wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun  demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di Indonesia  masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan masih  rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
1.      Keterlambatan  pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan  S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada  tahun 1869.
2.      Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3.      Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari  peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan  berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya  tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang  harus ditempuh adalah :
1.       Pengembangan pendidikan keperawatan
Sistem  pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan  perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan  profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan  merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan  professional dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih  terus ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta  prasarana penunjang pendidikan.
Universitas  Indonesia (UI) meluncurkan Program Doktor (S3) Keperawatan pertama dan  satu-satunya di Indonesia yang dimaksudkan untuk meningkatkan sumber  daya manusia di bidang kesehatan.
    
"Ini  sejalan tuntutan dan kebutuhan akan perkembangan ilmu pengetahuan dan  teknologi dibidang kesehatan yang sangat pesat," kata Dekan Fakultas  Ilmu Keperawatan UI Dewi Irawaty dalam Peluncuran Program Doktor  Keperawatan UI di Jakarta, Menurut dia, program doktor keperawatan di  Indonesia sudah termasuk tertinggal karena Program Doktor Keperawatan  pertama sudah dibuka di University of Columbia sejak 1923. Indonesia,  ujarnya, baru memulai sistem pendidikan tinggi keperawatan pada 1985,  dalam program studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran (FK) UI yang  baru berkembang menjadi fakultas mandiri pada 1995 sebagai fakultas  ke-12 di UI. Fakultas ini, ujarnya, baru membuka program magister pada  1999 yang dengan semakin meningkatnya jumlah perawat terdidik maka  diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan kepada pasien  dan masyarakat. Namun demikian ia mengingatkan, bahwa program doktor  keperawatan seharusnya dibedakan dengan keperawatan sebagai profesi  penunjang dalam praktek kedokteran. “Program S2 dan S3 itu lebih  bersifat akademik yang berbeda dengan praktek. Jalur akademik ini lebih  berkaitan dengan keilmuwan dan mengisi kebutuhan di level manajemen,  pendidikan, dan klinikal," kata Kepala RSCM Akmal Taher yang juga hadir.  Program ini, lanjut Dewi, diharapkan mampu menghasilkan lulusan  berkualitas unggul baik sebagai peneliti, ilmuwan, pendidik, dan  pemimpin di tengah masyarakat dengan kompetensi internasional dan mampu  bersaing secara global.
2.      Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen  Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan  sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model  praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan  harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3.      Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi  profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan dinamis serta  kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi kepentingan  organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang  dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan  merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang  mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas  kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.
Komitmen  perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik secara  mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain  sangat penting dalam terwujudnya pelayanan keperawatan professional.  Nilai professional yang melandasi praktik keperawatan dapat di  kelompokkan dalam :
1.       Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari :
a.       Body of Knowledge
b.      Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
c.       Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif.
2.      Nilai komitmen moral.
Pelayanan  keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan memperhatikan kode  etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters (1989) pelayanan  professional terhadap masyarakat memerlukan integritas, komitmen moral  dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a.       Beneficience
selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994)
b.       Fair
Tidak  mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya, keadaan  ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu yang  memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
c.       Fidelity
Berperilaku  caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu), selalu berusaha  menepati janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen moral serta  memperhatikan kebutuhan spiritual klien.
3.      Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi  merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan tindakan secara  mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan diri sendiri  yang berarti bahwa perawat memiliki kendali terhadap fungsi mereka.  Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung  jawab serta tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula  sebagai pengatur dan penentu diri sendiri. Kendali  mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu atau  seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus ada kewenangan untuk  mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan tanggung jawab  anggota profesi. Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien.
Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Indonesia  telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan  perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang, menuju kepada keadaan  yang lebih baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi total muncul  karena masih adanya ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah  dan antar golongan, kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa dan  derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal di bandingkan dengan  negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga diperlukan karena  adanya lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap  keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu perubahan pada dinamika  kependudukan, temuan substansial IPTEK kesehatan/kedokteran, tantangan  global, perubahan lingkungan dan demokrasi disegala bidang.
Berdasarkan  pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap  konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan  informasi tentang determinan kesehatan bersifat multifaktoral, telah  mendorong pembangunan kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu  paradigma sehat.
Paradigma  sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi  pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya  penyembuhan pada orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan  pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi dan  meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan roduktif serta tidak  jatuh sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan  investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak  sakit akan lebih cost effective dari pada intervensi terhadap orang  sakit. Pada masa mendatang, perlu diupayakan agar semua policy  pemerintah selalu berwawasan kesehatan, motto-nya akan menjadi  "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".
Pengaruh Politik Terhadap keperawatan 
               Menurut  sejarah, keterlibatan Perawat dalam politik terbatas. Walaupun secara  individu, seperti Florence Nightingale, Lilian Wald, Margaret sanger,  dan Lavinia Dock telah mempengaruhi dalam perbuatan keputusan  seperti  sanitasi, nutrisi, dan keluarga berencana, perawat kurang dihargai  sebagai kelompok (Hall-long, 1995). Akan tetapi gerakan wanita telah  memberikan inspirasi pada perawat masalah perawatan kesehatan. Selain  itu banyaknya lulusan yang berpendidikan tinggi masuk sebagai anggota  profesi, mereka membawa keperawatan kedalam aktivitas dan kegiatan  dikampus universitas.
               Pada tahun 1974, ANA membentuk the nurse coalition in politics (N-CAP),  yang menjadi komite aksi politik (political action committee [PAC])  pertama bagi perawat. Organisasi ini yang kemudian dikenal sebagai  ANA-PAC, merupakan komite aksi politik utama yang mencari dukungan bagi  kandidat yang ingin masuk ke dalam kantor federal (Mason, 1990). 
              Kekuatan  politik merupakan kemampuan untuk mempengaruhi atau meyakinkan  seseorang untuk memihak pada pemerintah untuk mempertahankan bahwa  kekuatan dari pihak tersebut membentuk hasil yang diinginkan (Rogge,  1987). Dahulu, perawat merasa tidak nyaman dengan politik karena  mayoritas perawat adalah wanita dan politik merupakan dominasi  laki-laki. Perawat juga tidak menyadari preseden historis yang  ditetapkan oleh perawat dalam area politik, dan karena mereka tidak pada  secara politik, perawat kurang mendapatkan pendidikan politik untuk  memenangkan kompetisi dalam politik (Mason dan Talbott, 1985: Mason,  1990)
              Keterlibatan  perawat dalam politik mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam  kurikulum keperawatan, organisasi professional dan tempat perawatan  kesehatan (Stanhope dan Belcher, 1993). Organisasi keperawatan telah  memperkerjakan seseorang yang mampu melobi untuk mendorong terbentuknya  legislasi Negara bagian dan U.S. Congress untuk meningkatkan kualitas  perawatan kesehatan. Kalisch dan Kalisch (1982) menuliskan bahwa ANA 
“bekerja  untuk meningkatkan standar kesehatan dan ketersediaan pelayanan  perawatan kesehatan bagi semua orang; mendorong standar peperawatan yang  tinggi, menstimulasi dan meningkatkan pengembangan perawat professional  dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan umum. Tujuan ini dibatasi  oleh pertimbangan kenegaraan, ras, keturunan, gaya hidup, warna kulit,  seks dan jenis usia.
               ANA  memperkerjakan seseorang perawat terdaftar dalam melakukan lobi  setingkat federal, dan organisasi keperawatan Negara bagian juga  memperkerjakan seorang yang mampu melakukan lobi dan spesialis legislasi  untuk bekerja pada isu-isu keperawatan di Negara bagian dan membantu  upaya federal. Akhirnya, ahli melobi yang bekerja atas nama perawat  diperkerjakan di Washington oleh kelompok minat professional seperti  American federation of theacher, NLN, American college of nurse-midwives, American public healt Assosiation, AACN.  Kelompok ini bertujuan untuk menghilangkan kendala financial dari  perawatan kesehatan, meningkatkan asuhan keperawatan yang tersedia,  meningkatkan penghargaan ekonomi untuk perawtan untuk memperluas peran  perawat professional.(Aiken, 1982).
          Selain  itu perawat, secara individu dapat mempengaruhi keputusan politik pada  semua tingkat pemerintahan dan organisasi keperawatan menggabungkan  semua upaya seperti pada Nursing’s Agenda For Healt Care Reform (Tri-Council,  1991) akan secara kritis menerapkan pengaruh perawat dalam proses  politik sedini mungkin (Hall- Long, 1995). Strategi spesifik mencakup  pengintegrasian peraturan publik ke dalam kurikulum keperawatan,  sosialisasi dini dan berpartisipasi dalam organisasi profesi, memperluas  lingkungan tempat praktik klinik dan menjalankan tempat pelayanan  kesehatan di masyarakat.
          Jika  perawat menjadi mahasiswa yang serius dalam memperhatikan kebutuhan  social, menjadi aktifis dalam mempengaruhi peraturan untuk memenuhi  kebutuhan dan menjadi contributor waktu dan uang yang terbuka bagi  keperawatan dan organisasi mereka dapat menjadi kandidat untuk bekerja  bagi asuhan kesehatan yang baik secara universal, maka masa depan akan  menjadi cemerlang. 
kondisi  riil di Indonesia (berdasarkan audiensi ppni pusat dan wilayah saat  aksi nasional 12 mei 2008 - 8 juni 2009 dan berbagai proses loby dan  negosiasi)
a. tidak ada kepastian hukum bagi profesi keperawatan
b. hilangnya peluang untuk bersaing dengan perawat asing karena tidak adanya sertifikat yang diakui internasional
c. perbandingan perawat dan pasien tidak seimbang sehingga sangat susah untuk memberikan pelayanan prima
saatnya  kita introspeksi diri, mengapa Undang-undang keperawatan sampai  sekarang belum disahkan? mengapa undang-undang yang mengatur dan bisa  melindungi perawat sampai sekarang sudah tidak terdengar? apakah Drafnya  di parlemen sudah usang dan tidak terbaca lagi oleh anggota dewan? atau  kita akan puas kalau undang-undang itu hanya menjadi draf saja?  jawabannya tidak lain karena kita tidak punya wakil yang bisa  memperjuangkan undang-undang tersebut.
Mari  kita lirik profesi guru dan dosen, dengan diterbitkannya Undang-undang  guru dan dosen tentu saja mengangkat kesejahteraan mereka, terutama  dengan adanya sertifikasi guru dan dosen. mengapa mereka bisa? tentu  saja karena mereka memiliki organisasi profesi yang kuat dan mereka  banyak memiliki wakil di parlemen. Banyak guru dan dosen, bahkan rektor  yang turun gunung masuk dunia politik dan menjadi anggota dewan, tentu  saja nantinya mereka akan menjadi pejuang pendidikan dalam dunia  politik, dan mereka mendapat dukungan dari teman-teman seprofesinya.  Sehingga kita sebagai profesi perawat harus mengembangkan pengetahuan  tidak hanya terbatas pada ilmu keperawatan. Tetapi juga menguasai ilmu  politik, ilmu sosial, ilmu hukum, dan ilmu lainnya. Niscaya kita akan  menjadi profesi yang kuat.
Pengaruh Keperawatan pada Kebijakan dan Praktik Perawatan Kesehatan
               Perawat lebih terlibat dalam pembaharuan perawatan kesehatan. Nursing’s Agenda for Health Care Reform mendorong  lahirnya system perawatan kesehatan yang mudah diperoleh, berkualitas  dan pelayanan baik dengan biaya yang rasional (Tri Council, 1991).
               Aktivitas dan komitmen politik merupakan bagian dari profesionalisme dan politik merupakan aspek yang penting dalam memberikan perawatan kesehatan. Oleh sebab itu perawat  tidak boleh memandang politik sebagai suatu urusan yang kotor, tetapi  sebagai suatu kenyataan dimana termasuk di dalamnya seni mempengaruhi,  bernegosiasi, dan interaksi social. Perawat telah terlibat dalam  bentuk politik yang berbeda disekolah keperawatan dan di tempat  perawatan kesehatan ketika mencari tambahan sumber daya, peningkatan  kemandirian, dan tanggung gugat terhadap penguasa. Keterampilan yang  diperoleh melalui pengalaman dapat ditransfer ke dalam politik pembuatan  kebijakan perawatan kesehatan.
              Sepanjang  perawat mempertahankannya keterlibatannya dalam kebijakan dan praktik  asuhan kesehatan, informasi yang tidak tepat dari pihak luar tidak dapat  memaksakan keinginan mereka pada keperawatan dan praktik keperawatan.  Kelompok bukan keperawatan, sering kali disampaikan oleh pemberi  perawatan kesehatan yang lain, mencoba untuk menekankan aturan perizinan  institusi, pendidikan yang berkelanjutan yang baku, pembatasan praktik  keperawatan lanjutan, dan aturan lain yang berkenaan dengan profesi  dimana profesi tersebut harus memiliki suara sendiri dalam memberikan  keputusan dalam hal tersebut di atas dan berbagai bidang lain yang  mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan. Walaupun perawat telah  mencegah terjadinya pelanggaran pada aturan profesi, keperawatan dimasa  yang akan datang menuntut perawat baik secara individu maupun kelompok  untuk mendapatkan lebih banyak lagi pengaruh pada kebijakan asuhan  kesehatan yang mempengaruhi praktik keperawatan.
              Seputar  RUU Keperawatan, Achir menuturkan bahwa tahun 2005 RUU sudah diterima  DPR. Tetapi sampai tahun 2007, RUU tersebut belum juga dikerjakan.  Melihat tidak seriusnya para legislator, maka PPNI melalui Gerakan  Nasional 12 Mei 2008 mendorong RUU ini diundangkan paling lambat 2009.  Akhirnya, melalui keputusan tanggal 16 Desember 2008 RUU Keperawatan  masuk dalam Proglegnas tahun 2009 urutan ke-26.
Lebih lanjut, ia menjelaskan situasi konkret yang kerap terjadi antara  masyarakat atau pasien dengan perawat. Di saat tertentu, ada pasien yang  hendak diperiksa tetapi tidak ada dokter, yang ada hanya perawat. Dalam  situasi dilematis ini, jika perawat menolak memeriksa maka ia akan  "diadili" oleh pasien atau masyarakat. Tapi jika perawat memeriksa, maka  ia akan dikenai sanksi hukum. "Itu bisa terjadi karena kita belum ada  UU Keperawatan. Yang ada hanya Kepmenkes. Itu kalah dengan UU  Kedokteran," jelas Achir .
              Menurutnya,  sudah banyak kasus "diciduknya" perawat oleh kepolisian terkait  persoalan di atas. Diantaranya di Pati, Wonogiri, Kaltim, Banten, dan  tempat lain. Supaya hal tersebut tidak terjadi, maka harus ada batasan  yang jelas, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang  perawat. Ini merupakan kebijakan pemerintah untuk segera mengesahkan UU  keperawatan.
              Bapak  Zuber  Safawi, SHI.( anggota DPR RI periode 2004-2009) menyampaikan cara  paling efektif agar UU keperawatan bisa disahkan adalah kesadaran  anggota DPR RI tentang urgensi UU keperawatan perlu ditumbuhkan sehingga  menjadi kesadaran kolektif seluruh anggota DPR RI, pendekatan dan loby  kepada pimpinan DPR RI dan seluruh anggota fraksi agar terbentuk fungsi  representatif dari seluruh anggota fraksi (seluruh anggota fraksi  anggota DPR RI yang berjumlah 45 orang sepakat RUU keperawatan  disahkan), jika hal ini bisa terlaksana maka RUU keperawatan akan dengan  mudah disahkan. Tidak hanya loby saja, aksi besar-besaran untuk  mendongkrak opini publik sangat diperlukan baik di tingkat wilayah dan  nasional (PPNI, perawat, mahasiswa dan stakeholder terkait) dengan  begitu RUU yang sekarang posisinya masih di baleg bisa dengan mudah  masuk ke pimpinan DPR dan mendapat persetujuan semua fraksi, dan proses  seterusnya bisa berlajalan lancar sampai UU keperawatan bisa disahkan. 
Aksi massa turun ke jalan sangat perlu dilakukan guna penguatan dari  proses loby dan bisa mendongkrak opini publik, aksi massa sebaiknya  dilakukan  tepat saat sidang paripurna, sidang paripurna  dilakukan setiap hari selasa dan jika memang perlu dilaksanakan sidang  paripurna istimewa akan dilakukan secara terus menerus dalam waktu 1  minggu.
       Kesimpulan 
Makalah  ini memperlihatkan bahwa keperawatan bukan profesi yang statis dan  tidak berubah tetapi profesi yang secara terus menerus berkembang dan  terlihat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode  perawatan kesehatan berubah, karena gaya hidup berubah dan perawat  sendiri juga berubah. Berbicara tentang keperawatan berarti berbicara  tentang keperawatan pada suatu waktu tertentu.
Filosofi  dan defenisi terkini dari keperawatan memperlihhatkan trend holistic  dalam keperawatan ditujukan pada manusia secara keseluruhan dalam segala  dimensi, dalam sehat dan sakit, dan dalam interaksinya dengan keluarga  dan komunitas. Keperawatan menetapkan diri dalam ilmu social dan bidang  lain karena focus asuhan keperawatan meluas.
Satu  trend dalam pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah peserta  didik keperawatan yang menerima pendidikan dasar di sekolah dan  universitas. Organisasi keperawatan professional terus menerus  menekankan pentingnya pendidikan bagi perawat dalam mendapatkan dan  memperluas peran baru.
Trend praktik  meliputi  perkembangannya berbagai tempat praktik dimana perawat memiliki  kemandirian yang lebih besar. Perawat secara terus menerus meningkatkan  otonomi dan penghargaan sebagai anggota dari tim asuhan kesehatan. Peran  perawat meningkat dengan meluasnya focus asuhan keperawatan.
Trend  dalam keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-aspek  dari keperawatan yang mengkarakteristikan keperawatan sebagai profesi,  meliputi pendidikan, teori, pelayanan, otonomi dan kode etik. Aktivitas  dari organisasi professional keperawatan menggambarkan seluruh trend  dalam pendidikan dalam praktek keperawatan. Akhirnya, seluruh hal yang  mempengaruhi keperawatan juga menggambarkan trend dalam keperawatan  kontemporer.